Rabu, 06 September 2017

Southeast Asia Travelling - Day 0 (Goes to Jakarta)

22 Agustus 2017

Suasana stasiun Malang begitu ramai. Tidak biasanya aku datang telat saat naik kereta-20 menit sebelum keberangkatan-. Aku berniat membeli roti O. Setelah melakukan check boarding pass aku menelusuri jalanan stasiun, ku pandangi satu-satu wajah setiap penumpang yang masih ngemper di kursi-kursi ataupun pelataran stasiun. Sampai aku tertuju pada satu wajah, tidak asing, namun aku tidak yakin itu siapa. Ku lewati saja wajah itu dan terus berjalan menuju gerai Roti O. Sesampainya di Roti O aku memesan 2 roti yang akan aku makan nanti di kereta, itung-itung mengganjal rasa lapar. 9 hari ke depan (23 Agustus - 1 September) aku akan berpetualang di negeri orang. 4 negara Asia Tenggara! (Termasuk Indonesia hehe). Sebenarnya, destinasi utamaku adalah Thailand. Tetapi, aku juga akan mampir 1 hari di Malaysia dan 2 hari di Singapore. Semua tiket itu aku dapatkan dengan harga termurah

Jakarta - Malaysia 360.000
Malaysia - Phuket 356.000
Bangkok - Singapura 380.000
Singapura - Jakarta 382.000

Tidak lebih dari 1,5 juta. Sebenarnya, bisa saja aku langsung mengambil penerbangan ke Thailand yang akan menghabiskan biaya lebih murah. Hanya saja, aku ingin menambah cap stempel di pasporku. Identitas dan kebanggaan seorang traveller ada di banyaknya cap stempel yang ada di paspornya! Sesuai yang dituliskan di buku 30 paspor di kelas sang Profesor.

Setelah membeli Roti O, aku mengambil tempat duduk di depan orang yang wajahnya tidak asing tadi. Aku rasa orang itu adalah Tara, temanku di Pajak Universitas Brawijaya dulu. Aku menatap wajahnya terus menunggu hingga dia melihat ke sini dan aku menyapaya. Benar saja, beberapa saat kemudian dia mengarakan pandangannya ke arahku dan aku menyimpulkan sebuah senyum padanya. Namun, ternyata dia tidak bisa mengenaliku. Hingga dia mengambil kacamata di tasnya dan akhirnya menyimpulkan sebuah senyuman juga.

Selama di kereta, aku dan Tara mengobrol banyak hal di gerbong restorasi. Termasuk tentang keberangkatanku melancong ini. Sebenarnya, impian jalan-jalan ke Thailand muncul saat aku pertama kali tiba di bandara Juanda setahun yang lalu sesaat setelah pesawat landing dari Bandara Changi, Singapore. Tapi, saat itu aku rasa pergi ke Thailand hanyalah mimpi belaka. Karena, aku tidak tahu apakah aku bisa pergi ke luar negeri lagi. Di tambah Akmal mengatakan banyak hal tanda dia tidak tertarik ke luar negeri lagi.

"Mungkin pergi ke Singapore Malaysia kemarin jadi travelling terakhirku ke luar negeri selama di STAN"
"Jangan ke Thailand, banyak copet. Mending ke Hongkong aja."
"Mau kalau budgetnya di bawah 2 juta"

Tapi, tetap aku ingin pergi ke sana. Hingga akhirnya bulan Februari 2017 aku mengajak Akmal ditambah Daru dan Elda untuk pergi ke Thailand selama 4 hari 3 malam. Saat itu, tiket cenderung mahal dan kami merencanakan budget 2,5 juta selama itu. Daru dan Elda awalnya semangat, sedangkan Akmal masih pesimis dan berharap budgetnya bisa turun. Saat itu, walaupun kami sudah grup yang kami beri nama "melancong", namun pergi ke Thailand hanya sebatas mimpi. Saja.

Juni 2017. Jarkoman final call seperti biasanya kembali muncul. Dengan tiket PP sebesar 800.000 Jakarta-Thailand, aku mengajak Darwan untuk pergi ke Thailand. Darwan yang juga antusias mulai mengajak teman-teman lainnya. Jadilah, aku, Darwan, dan teman-temannya yang antusias membuat sebuah grup multichat. Sayang sekali, saat kami mencoba memesan tiket final call tersebut ternyata tiketnya sudah ludes. Aku memberikan opsi kepada mereka mau menunggu tiket final call bulan depan (yang berarti kesempatan terakhir) atau pesan mandiri saja di web-web maskapai dan berharap mendapat tiket murah, namun aku menyarankan backpacker selama 9 hari dengan budget pesawat yang aku tuliskan di atas. Mereka memilih opsi kedua 9 hari, budget tiket pesawat 1,5 juta. Aku berkata kepada mereka mungkin travelling kali ini akan memakan dana 4 juta, sehingga kami mencoba danusan dan berdagang apapun itu. Tapi, nanti akan aku ceritakan bagaimana budget 4 juta tadi bisa kami tekan dan hanya menghabiskan sebanyak 2,5 juta. Itu pun belum dikurangi dana hasil berdagang kami berempat.

Tak terasa kereta sudah sampai di Pasar Senen. Aku berpisah dengan Tara begitu aku mengantarkannya ke rumah dan aku kembali ke kos. Besok adalah hari besar, pikirku.