Sakit di tempat perantauan tentunya bukan hal yang mudah. Pertama kali aku sakit saat tingkat 1, 3 minggu setelah berkuliah. Saat itu aku demam tinggi disertai flu dan batuk. Mengetahui bahwa ketatnya absen di kampusku, aku jadi tidak ingin absen sama sekali dan tetap memaksakan kuliah. Orang tua di rumah jadi sangat khawatir dan over-care terkadang. Untungnya, ada sahabat papaku saat SMA di daerah Bintaro dan aku diantarkan ke dokter setelahnya. Seteleh beberapa hari meminum obat aku sembuh dan bisa beraktivitas seperti biasa lagi.
Yang kedua, adalah saat pasca UTS semester 2. Saat itu, demamku cukup tinggi hingga membuat tubuhku nyeri sebadan. Penyebab aku sakit adalah: membeli laptop baru. Haha. Ya, saat itu hari Kamis hari terakhir UTS. Sehari sebelumnya aku sudah memesan sebuah laptop ASUS ROG yang sekarang aku gunakan untuk mengetik tulisan ini. Harganya sungguh mahal bagi kantong mahasiswa sepertiku, 14 juta! Namun, itu membuatku bangga karena membeli barang pertamaku sendiri. Untuk membeli laptop ini aku harus menghabiskan seluruh tabunganku + utang Akmal dan Bahy masing-masing 1 juta. Saat Kamis itu juga, aku sedang puasa daud. Sayangnya, karena macet perjalanan dari mangga dua menuju kosku memakan waktu 4 jam dan aku baru buka puasa sekitar pukul 8. Rasanya saat itu badanku cukup lemas, namun aku pikir karena aku belum makan. Jadilah aku membeli bakso dan nasi ayam sekaligus.
Paginya, ternyata badanku demam dan nyeri. Aku pernah sekali seperti itu dan ternyata aku terkenan demam berdarah. Jadi, saat itu aku pikir aku terkena demam berdarah. Aku memutuskan pulang kampung ke Malang dan izin selama 1 minggu (untungnya saat opname, hanya 4 mata kuliah yang aku tinggalkan). Aku jadi berani mengambil jatah kuliah karena tiap mahasiswa memang diberikan jatah 3x absen hehe. Aku pun pulang menggunakan pesawat citilink PP dengan biaya dari kantong pribadi. Setidaknya, aku menghabiskan uang 1,5 juta.
Yang ketiga, adalah saat pasca UAS semester 3. Gejalanya sama dengan yang sebelumnya, namun saat aku pulang Malang dan tes darah di rumah sakit ternyata aku baik-baik saja dan hanya demam biasa. Tapi, setidaknya aku menghabiskan 1,3 juta untuk tiket pesawat PP beserta taksi.
Sakitku yang terakhir. Baru-baru ini, adalah ada benjolan di lutut kaki ku. Khawatir ada apa-apa (yang ternyata memang tumor jinak) aku memutuskan ke Malang, kali ini naik kereta karena budgetku sangat tipis. Tapi, aku semakin sedih karena harus mengocek uang 800ribu untuk tiket PP (pulang naik pesawat).
Ternyata, sakit tidak enak. Ternyata, di perantauan tidak sesimple di rumah. Ya, ribet urusan biaya dan bpjs.
Semoga kita semua diberikan kesehatan dan ilmu yang bermanfaat. Aamiin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar