Minggu, 12 September 2021

D4 Tugas Belajar PKN STAN

 Yah.. akhirnya gagal juga di tahap II tes tugas belajar D4 PKN STAN. Setahun lalu aku sempat mengikuti bimbingan belajar online di salah satu bimbel bersama Dimas, Dwi, dan Faisal. Kami patungan ber-4 menggunakan atas namaku hehe. Tapi, bahkan sekalipun kami tidak pernah masuk lesnya. Sebulan pertama sih kami rajin merekam kelas zoom-nya. Tapi, sisanya kami malas dan sampai tes D4 dimulai pun kami tidak pernah menonton video rekaman tersebut. Sungguh 2 juta (dibagi 4) yang sia-sia. 

Ada yang berbeda dengan tes D4 kali ini, harus memiliki prestasi adalah syaratnya. Untungnya aku pernah juara 2 lomba video hari anti korupsi se-DJP (walaupun di-carry Dihan dan Farhan serta yg lain) dan The most productive new comer agent ke-3. Beberapa temanku tidak bisa ikut dikarenakan tidak memiliki prestasi. TUKI di kantorku cukup strict masalah prestasi tersebut, padahal kebijakan kantor lain sungguh longgar. Bahkan menjadi peserta lomba atau menjadi panitia sebuah acara pun bisa menjadi prestasi di kantor lain. Yang cukup menggelitik ada salah satu temanku memiliki 15 prestasi yang diinput yang apabila dia berada di kantorku, tidak satu pun prestasi itu di-acc oleh pegawai TUKI. Mengerikan.

Tes tahap pertama aku lalui dengan cukup baik. Aku berhasil lulus di tes tersebut yang menurutku karena hoki. Soalnya lebih mudah dari USM STAN 6 tahun yang lalu. Karena soal yang mudah itu aku menganggap semua orang bisa mengerjakan dan tinggal adu kehokian. Dan benar saja, aku hoki. Dimas yang bisa mengerjakan semua soal numerikal (40 soal) tidak lulus, aku hanya bisa mengerjakan 37 soal numerikal dan sisanya ngarang jawaban karena kehabisan waktu. Darwan, juga tidak lolos, dia sudah persimis sejak awal sepertinya. Tetapi, memang D4 bukan tujuannya, dia cuma ingin ST ke Jakarta. Serta teman-temanku yg lain banyak yg tidak lolos di tahap 1 ini.

Menghadapi tahap 2 sepertinya bukan adu hoki lagi (walaupun jelas hoki dibutuhkan), tapi adu mental. Soal tipikal TPA yang sangat banyak dengan durasi yang sangat singkat membuat semua orang harus bisa berpikir cepat dan tidak perlu banyak kehati-hatian. Aku salah di langkah pertama dengan sangat hati-hati hingga kehabisan waktu. Hal itu barangkali salah satu hal yang membuatku gagal. Ya, selain tes gambar yang tidak maksimal juga. Berkali-kali aku latihan, walaupun gambaranku jelek, gambaranku cukup proporsional. Anehnya, justru di hari H, gambar pohonku batangnya terlalu tinggi dan gambar orangku matanya besar sebelah wkwkwkw sungguh kalau memang sesuatu tidak ditakdirkan untuk kita, seberapapun kita berusaha, kita tidak bisa menggapainya.

Langkah selanjutnya

Jadi, apa langkah selanjutnya? Jujur, aku belum memutuskan. Aku perlu waku menimbang-nimbang apakah mencoba tes D4 tahun depan atau langsung S1 saja. Sejauh ini yang aku pikirkan, apabila gaji fungsional naik hingga lebih dari 50% mungkin aku akan ambil S1 saja, tapi kalau hanya naik 1-2 juta mungkin aku akan mencoba D4 lagi. Toh belum ada aturan jelas mengenai S1 pada jabatan fungsional penyuluh.

Sabtu, 01 Mei 2021

Mencintai Basket

 Saya kangen dengan vibes turnamen basket! Hahaha. Jujur, kalau di lihat di blog saya, mungkin hampir 50% berbicara ttg basket. Hehe. Padahal total waktu saya benar-benar bermain basket hanya 1 tahun lebih dikit saja. Tapi, saya benar-benar rindu vibes-nya! Bertemu dengan orang yang itu-itu saja tiap turnamen basket wkwkwk mengenal berbagai orang dari sekolah lain yg jago basket. (Kayaknya saya belum sampai di tahap dikenal oleh anak sekolah lain yg jago basket deh wkwkwwk). Saya pernah 2 kali ngebawa tim sekolah juara, tapi pas itu karena tim SMP saya underdog (atau istilah kerennya kuda hitam), ya jelas gaada yg kenal saya sih hehe. 

Sebenarnya, paling kerasa vibes turnamen itu pas SMA ya. Soalnya seriiinnng banget turnamen. Kayaknya ada 5 turnamen selama setengah tahun. Karena bersekolah di tim juara (SMA 3, bhawikarsu). Turnamen pertama dan kedua, gaada satu pun anak kelas 10 yang ikut turnamen. Padahal mantan pemain GBBA yang selalu juara 1 di turnamen basket SMP mana pun ada banyak wkwkw. Baru di turnamen ketiga waktu itu Tyo Arsha akhirnya ikut, turnamen keempat aku Ifan Marga ikut. Dan turnamen kelima ada Ula juga. 

Tapi ya kalau ditanya lebih bahagia basket pas SMP atau SMA, kayaknya jelas pas SMP. Di SMP yg dikenal tim underdog, gaada pemain sejago di SMA 3 wkwkwkw. Jadinya saya yang dengan modal semangat aja bisa jadi tim inti (bahkan tulang punggung tim di beberapa pertandingan, cielah wkwkwkw. 10 poin lawan SMP 1 malang B (skor menang 21-20), 10 poin dalam 1 kuarter lawans mp 14 malang (main 1 kuarter doang, soalnya ngasih kesempatan kelas 7 &8 wkwkwk), 12 poin lawan SMP 1 Kepanjeng (skor kalah 32-20 sihwkwkw)). 

Di SMA boro-boro main, kami kelas 10 cuma jadi timnas doang wkwwkkw (timnas = tim pemanasan), pengecualian Tyo ya. Dia udah jadi pointer utama di tim di turnamen pertamanya wkwkwwk. Tapi, waktu naik kelas 2 juga Arsha Marga Ifan jadi jago bangetttt wkwkwk dengan mayoritas small man aja Pak Wahyu bisa ngebikin tim ke final. Final pertama sejak 2010 wkwkwkw. Gilaaa bagus bener waktu 2014 itu mainnya. Karena gaada bigman, SMA 3 ngandelin shooting mid range dan fast break aja. Wkwwkwkw sayang pas final kalah sih.

Ah kan, jadi kangen basket kwkkw

Jumat, 02 Oktober 2020

Korupsi di Era Baru

 Pembenahan dan perubahan di sana-sini terus digalakkan pemerintah. Korupsi terus ditekan dengan adanya KPK, ICW, maupun organisasi anti korupsi lain, terlepas dari berita miring mengenai pelemahan KPK.

Semua itu benar membuahkan hasil. Banyak gratifikasi tidak lagi terjadi, yang paling kentara adalah budaya malu menerima suap. Walaupun masih ada oknum yang barangkali menerima suap dari masyarakat atau pihak ketiga, tapi di era baru dan di generasi milenial hal tersebut sangatlah tabu dan dianggap memalukan. Sebuah perubahan yang cukup signifikan dibandingkan cerita di masa-masa kelam dahulu tentang budaya korupsi yang sangat menggema.

Dewasa ini ternyata budaya korupsi tidak benar-benar hilang. Masih banyak celah yang bisa dimanfaatkan untuk korupsi. Mulai dari pemalsuan atau "pengakalan" surat perjalanan dinas kerja. Seharusnya yang kita keluarkan hanya Rp1.000.000,-. Namun, kenyataannya kita menerima reimburse hingga 2 kali lipatnya. Barangkali seperti itu. Saya jadi teringat ketika membaca buku Ganti Hati karangan Dahlan Iskan. Buku itu menceritakan tentang proses penggantian organ hati Dahlan Iskan, tetapi banyak cerita di balik layar yang di tulis di sana. Tentang seorang Dahlan Iskan yang tidak sekali pun pernah menggunakan uang negara untuk perjalanan dinas. Dia selalu menggunakan uang pribadinya. Ditambah lagi kekaguman saya pada seorang rekan di kantor yang bahkan untuk urusan terkecil pun tidak mau menggunakan ATK kantor. 

Ya, memang selain pemalsuan dokumen SPD, masih seringkali ditemui korupsi hal yang paling kecil. Menggunakan ATK kantor untuk keperluan pribadi, tidak terbayang berapa juta, milyar, atau bahkan triliun dana yang bisa dihemat apabila kita bisa menggunakan ATK kantor hanya untuk kepentingan kantor. Masih banyak pegawai yang menggunakan fotocopy dan printer untuk kepentingan pribadinya dan bukan kepentingan kantor. Saya pernah suatu kali membeli staples di toko dekat kost-an, saya cukup kaget mengetahui harga staples ternyata Rp20.000,- per satu bijinya. Saya kira hanya di kisaran sepuluh ribu saja. Padahal di kantor saya staples seringkali hilang, entah di bawa pulang seorang pegawai atau hilang tergeletak di kolong meja. Tidak terbayang jika semua pegawai benar-benar terbebas dari praktik korupsi, berapa banyak uang negara yang bisa dihemat dan disalurkan untuk kemakmuran negara.

Sabtu, 22 Agustus 2020

Sendirian.

 Minggu ini ada 3 tanggal merah di hari kerja. Hari Senin, Kamis, dan Jumat. Sebenarnya bisa saja aku mengambil cuti di hari Selasa dan Rabu supaya bisa menadapat ekstra libur, tapi ternyata tanpa mengambil cuti pun hari Selasa dan Rabu aku mendapat jatah WFH, jadilah aku libur seminggu penuh. (Tidak sepenuhnya libur juga sih, karena hari Selasa dan Rabu masih ada jatah mention twitter kring_pajak yang perlu dijawab).

Berbeda dengan diriku beberapa tahun yang lalu, pulang ke Malang bukan lagi suatu hal istimewa yang ku nanti. Ya, memang banyak sekali hal yang telah berubah. Dua sahabatku 1 kostan minggu ini pulang ke daerah masing-masing, Dimas ke Surabaya dan Faisal ke Madiun. Mereka mendapat jatah work from homebase selama 2 minggu. Sebenarnya aku 1 kostan ber-8 orang yang dulunya adalah alumni STAN, dengan pulangnya Dimas dan Faisal sontak otomatis tinggal ber-6 yang di kost.

Minggu pagi tanggal 16 Agustus, giliran Dwi yang gupuh ingin pulang. Dia sama sepertiku mendapat jatah 1 minggu free karena Selasa dan Rabu WFH. Dia punya tujuan pulang, sebentar lagi dia akan menikah sehingga dia ingin pulang ke Solo untuk mengurus surat pindah nikah di Malang. Pulangnya Dwi membuat kostan menjadi hanya 5 orang. Tapi, ternyata hanya 4 orang karena Alif juga ikut pulang pada hari yang sama.

Aku pikir suasana kostan tidak akan lebih sepi lagi, sampai pada akhirnya hari Rabu, 19 Agustus 2020 Tyo dan Bahy ikut pulang yang menyisakan aku dan Chandra saja. Chandra yang jarang di kostan dan tidak terlalu dekat denganku praktis membuatku merasa sendirian di kostan ini.

Sedih sih tidak. Tapi, rasanya sepi saja. Biasanya ada saja orang yang bisa di-tonggoi, tapi beberapa har ke depan aku sendiri.

Selasa, 07 Juli 2020

Pertama Kali Naik Bus ke Malang

Tahun ini adalah ramadhan pertamaku tidak di rumah. Corona adalah penyebabnya. Virus yang membuat negeri ini menerapkan kehidupnal "normal baru" katanya. Sejak itu pula ketika ingin keluar dan masuk dari Jakarta dibutuhkan SIKM (Surat izin keluar masuk). Masalahnya, barangkali verifikator dari SIKM ini orangnya berbeda-beda. Dengan dokumen yang sama, aku dan Dwi bisa mendapatkan jawaban yang berbeda. Dwi diterima SIKM-nya, sedangkanku aku tidak.

Berangkat dari tidak punyanya SIKM, aku dan Dwi lebih memilih naik bus (selain karena harganya yang memang murah). Sebenarnya saat Faisal telepon ke maskapai Lion, petugas di seberang telepon menyebutkan bahwa SIKM sudah tidak diperlukan lagi dalam perjalanan menggunakan pesawat, namun yang membuatku ragu adalah dalam SE GUGAS COVID-19 masih disebutkan bahwa SIKM tetap dibutuhkan.

Jadilah, kami naikbus dari Jakarta ke Malang. Sebelumnya pada hari Selasa, 30 Juni 2020 aku dan Dwi mengurus rapid test di klinik A3A Jakarta. Yang baru aku sadari saat sampai di klinik tersebut adalah bahwa klinik itu ternyata klinik kecantikan HAHAHA. Tapi, selama corona ini juga melayani tes rapid. Setelah menunggu sekitar 20 menit kami pulang dengan mengantongi dokumen rapid tes berketerangan non-reaktif.

Tiga hari kemudian, tepatnya Jum'at, 3 Juli 2020, aku dan Dwi pulang ke Malang menggunakan bus Kramat Djato seharga Rp450.000. Jadwal keberangkatan Kramat Djato ada dari 2 pool bus, pool cillitan dan pool pondok pinang. Karena pool Cililitan cuma berjarak 4 km, akhirnya kami naik dari Cililitan. Di Traveloka sih jadwal keberangkatan dari pondok pinang 14.30 dan dari Cililitan juga sama 14.30.

TERNYATA, bus dari pondok pinang berangkat pukul 14.30, baru setelah itu menuju Cililitan menjemput kami. Tahu gitu, di aplikasi traveloka diganti pukul 15.00 atau 15.30 lah. Karena, kenyataannya kami berangkat pukul 15.45-an. Berbeda dari pengalaman naik bus sebelumnya, entah karena corona atau memang begitu, kami tidak mendapat bantal dan tidak mendapat selimut. Selain itu, saat makan yang biasanya prasmanan, saat ini kami makan dari nasi kotak.

Setelah perjalanan berbelas-belas jam, akhirnya pukul 4.00 kurang kami tiba di Malang. Alhamdulillah.