Melihat video motivasi, islamic, dan editing yang keren adalah salah satu rutinitasku sejak SMA. Ditambah membaca buku yang juga menceritakan hal yang sama: motivasi, islamic, dan editing yang keren. Paling-paling ditambah dengan buku traveller yang beberapa tahun ke belakang lagi ngetren dan imbasnya aku pun jadi suka membaca. Entahlah, dengan membaca buku traveller seolah-olah aku sudah berada di tempat itu tanpa harus mengunjunginya. Ini sama dengan ketika aku membuat Itenary travel, aku melihat foto-foto tempat wisatanya, akses menuju ke sana, google maps seberapa jauhnya, hingga keadaan realnya di streetview nya! Rasanya mungkin aku tidak perlu keliling dunia dengan tas bacpack ku. Mungkin cukup dengan keliling dunia melalui streetview bisa memanjakan mataku akan suasana kota yang ingin aku kunjungi. Hanya mungkin rasanya saja yang berbeda.
Salah satu hal yang aku sayangkan adalah, kedua hobiku tersebut; menonton dan membaca adalah suatu hal yang dianggap salah seorang temanku sebuah omong kosong. "ngapain sih ngelihat begituan?". Bahkan saat aku berusaha merintis usaha clothingku mereka mengatakan hal sama, saat aku berusaha membuat video dengan konten menarik mereka mengatakan hal sama, jangan-jangan saat aku bermunajat meminta dengan sepenuh hati kepada Yang Maha Kuasa mereka mengatakan hal sama.
Hanya saja, kalau mereka mau mendengarkan saya ingin mengatakan, "Setidaknya kalau kamu tidak suka karya orang, tidak suka dengan sikap seseorang yang tidak merugikanmu dan sekitarmu, jangan menghina karya dan sikapnya."
Yang menjadikan Charlie Parker saxophonist terbaik didunia adalah karena kepalanya dilempar simbal oleh Jo Jones. Yang menjadikan Kurt Cobain menjadi rocker terbaik di dunia adalah karena dia dipermalukan oleh teman-temannya. Ayolah, di dunia ini tidak ada dua kata paling berbahaya selain "kerja bagus" coba kalau Jo Jones tidak melempar symbal ke Charlie Parker, dia tidak akan berlatih keras, dia akan puas, dan tidak ada saxophonist terbaik di dunia.
BalasHapus