Jumat, 02 Oktober 2020

Korupsi di Era Baru

 Pembenahan dan perubahan di sana-sini terus digalakkan pemerintah. Korupsi terus ditekan dengan adanya KPK, ICW, maupun organisasi anti korupsi lain, terlepas dari berita miring mengenai pelemahan KPK.

Semua itu benar membuahkan hasil. Banyak gratifikasi tidak lagi terjadi, yang paling kentara adalah budaya malu menerima suap. Walaupun masih ada oknum yang barangkali menerima suap dari masyarakat atau pihak ketiga, tapi di era baru dan di generasi milenial hal tersebut sangatlah tabu dan dianggap memalukan. Sebuah perubahan yang cukup signifikan dibandingkan cerita di masa-masa kelam dahulu tentang budaya korupsi yang sangat menggema.

Dewasa ini ternyata budaya korupsi tidak benar-benar hilang. Masih banyak celah yang bisa dimanfaatkan untuk korupsi. Mulai dari pemalsuan atau "pengakalan" surat perjalanan dinas kerja. Seharusnya yang kita keluarkan hanya Rp1.000.000,-. Namun, kenyataannya kita menerima reimburse hingga 2 kali lipatnya. Barangkali seperti itu. Saya jadi teringat ketika membaca buku Ganti Hati karangan Dahlan Iskan. Buku itu menceritakan tentang proses penggantian organ hati Dahlan Iskan, tetapi banyak cerita di balik layar yang di tulis di sana. Tentang seorang Dahlan Iskan yang tidak sekali pun pernah menggunakan uang negara untuk perjalanan dinas. Dia selalu menggunakan uang pribadinya. Ditambah lagi kekaguman saya pada seorang rekan di kantor yang bahkan untuk urusan terkecil pun tidak mau menggunakan ATK kantor. 

Ya, memang selain pemalsuan dokumen SPD, masih seringkali ditemui korupsi hal yang paling kecil. Menggunakan ATK kantor untuk keperluan pribadi, tidak terbayang berapa juta, milyar, atau bahkan triliun dana yang bisa dihemat apabila kita bisa menggunakan ATK kantor hanya untuk kepentingan kantor. Masih banyak pegawai yang menggunakan fotocopy dan printer untuk kepentingan pribadinya dan bukan kepentingan kantor. Saya pernah suatu kali membeli staples di toko dekat kost-an, saya cukup kaget mengetahui harga staples ternyata Rp20.000,- per satu bijinya. Saya kira hanya di kisaran sepuluh ribu saja. Padahal di kantor saya staples seringkali hilang, entah di bawa pulang seorang pegawai atau hilang tergeletak di kolong meja. Tidak terbayang jika semua pegawai benar-benar terbebas dari praktik korupsi, berapa banyak uang negara yang bisa dihemat dan disalurkan untuk kemakmuran negara.

Sabtu, 22 Agustus 2020

Sendirian.

 Minggu ini ada 3 tanggal merah di hari kerja. Hari Senin, Kamis, dan Jumat. Sebenarnya bisa saja aku mengambil cuti di hari Selasa dan Rabu supaya bisa menadapat ekstra libur, tapi ternyata tanpa mengambil cuti pun hari Selasa dan Rabu aku mendapat jatah WFH, jadilah aku libur seminggu penuh. (Tidak sepenuhnya libur juga sih, karena hari Selasa dan Rabu masih ada jatah mention twitter kring_pajak yang perlu dijawab).

Berbeda dengan diriku beberapa tahun yang lalu, pulang ke Malang bukan lagi suatu hal istimewa yang ku nanti. Ya, memang banyak sekali hal yang telah berubah. Dua sahabatku 1 kostan minggu ini pulang ke daerah masing-masing, Dimas ke Surabaya dan Faisal ke Madiun. Mereka mendapat jatah work from homebase selama 2 minggu. Sebenarnya aku 1 kostan ber-8 orang yang dulunya adalah alumni STAN, dengan pulangnya Dimas dan Faisal sontak otomatis tinggal ber-6 yang di kost.

Minggu pagi tanggal 16 Agustus, giliran Dwi yang gupuh ingin pulang. Dia sama sepertiku mendapat jatah 1 minggu free karena Selasa dan Rabu WFH. Dia punya tujuan pulang, sebentar lagi dia akan menikah sehingga dia ingin pulang ke Solo untuk mengurus surat pindah nikah di Malang. Pulangnya Dwi membuat kostan menjadi hanya 5 orang. Tapi, ternyata hanya 4 orang karena Alif juga ikut pulang pada hari yang sama.

Aku pikir suasana kostan tidak akan lebih sepi lagi, sampai pada akhirnya hari Rabu, 19 Agustus 2020 Tyo dan Bahy ikut pulang yang menyisakan aku dan Chandra saja. Chandra yang jarang di kostan dan tidak terlalu dekat denganku praktis membuatku merasa sendirian di kostan ini.

Sedih sih tidak. Tapi, rasanya sepi saja. Biasanya ada saja orang yang bisa di-tonggoi, tapi beberapa har ke depan aku sendiri.

Selasa, 07 Juli 2020

Pertama Kali Naik Bus ke Malang

Tahun ini adalah ramadhan pertamaku tidak di rumah. Corona adalah penyebabnya. Virus yang membuat negeri ini menerapkan kehidupnal "normal baru" katanya. Sejak itu pula ketika ingin keluar dan masuk dari Jakarta dibutuhkan SIKM (Surat izin keluar masuk). Masalahnya, barangkali verifikator dari SIKM ini orangnya berbeda-beda. Dengan dokumen yang sama, aku dan Dwi bisa mendapatkan jawaban yang berbeda. Dwi diterima SIKM-nya, sedangkanku aku tidak.

Berangkat dari tidak punyanya SIKM, aku dan Dwi lebih memilih naik bus (selain karena harganya yang memang murah). Sebenarnya saat Faisal telepon ke maskapai Lion, petugas di seberang telepon menyebutkan bahwa SIKM sudah tidak diperlukan lagi dalam perjalanan menggunakan pesawat, namun yang membuatku ragu adalah dalam SE GUGAS COVID-19 masih disebutkan bahwa SIKM tetap dibutuhkan.

Jadilah, kami naikbus dari Jakarta ke Malang. Sebelumnya pada hari Selasa, 30 Juni 2020 aku dan Dwi mengurus rapid test di klinik A3A Jakarta. Yang baru aku sadari saat sampai di klinik tersebut adalah bahwa klinik itu ternyata klinik kecantikan HAHAHA. Tapi, selama corona ini juga melayani tes rapid. Setelah menunggu sekitar 20 menit kami pulang dengan mengantongi dokumen rapid tes berketerangan non-reaktif.

Tiga hari kemudian, tepatnya Jum'at, 3 Juli 2020, aku dan Dwi pulang ke Malang menggunakan bus Kramat Djato seharga Rp450.000. Jadwal keberangkatan Kramat Djato ada dari 2 pool bus, pool cillitan dan pool pondok pinang. Karena pool Cililitan cuma berjarak 4 km, akhirnya kami naik dari Cililitan. Di Traveloka sih jadwal keberangkatan dari pondok pinang 14.30 dan dari Cililitan juga sama 14.30.

TERNYATA, bus dari pondok pinang berangkat pukul 14.30, baru setelah itu menuju Cililitan menjemput kami. Tahu gitu, di aplikasi traveloka diganti pukul 15.00 atau 15.30 lah. Karena, kenyataannya kami berangkat pukul 15.45-an. Berbeda dari pengalaman naik bus sebelumnya, entah karena corona atau memang begitu, kami tidak mendapat bantal dan tidak mendapat selimut. Selain itu, saat makan yang biasanya prasmanan, saat ini kami makan dari nasi kotak.

Setelah perjalanan berbelas-belas jam, akhirnya pukul 4.00 kurang kami tiba di Malang. Alhamdulillah.

Have a Faith.

Have a faith. Kalimat yang muncul dalam serial Prison Break di mana ketika Michael Scofield merasakan kebuntuan, Kakaknya akan mengatakan kalimat itu.

Dalam konsep islam, hal ini hampir sama dengan ats-tsiqoh billah. Percaya pada Allah. Aku baru menyadari dan benar-benar percaya akan konsep itu akhir-akhir ini. Apapun yang aku lakukan tidak akan pernah lepas dari campur tangan Allah Sang Maha Pembuat Takdir. Yang perlu kita lakukan adalah melakukan yang terbaik dengan terus percaya bahwa apa yang Allah tetapkan untuk kita adalah yang kita butuhkan, bukan kita inginkan.

Jujur. Aku mungkin sudah tahu konsep ini sejak lama. Tapi, baru belakangan ini sejak aku mulai rutin lagi membaca buku, mendengarkan ceramah, dan benar-benar mengalaminya aku percaya. Have a faith.

Sebrapapun aku meyakinkannya, kalau memang bukan ditakdirkan untukku pasti akan melewatiku. Seberapapun aku menghindarinya, kalau memang ditakdirkan untukku pasti akan melewatiku.

“Hatiku tenang karena mengetahui bahwa apa yang melewatkanku tidak akan pernah menjadi takdirku, dan apa yang ditakdirkan untukku tidak akan pernah melewatkanku” – Umar bin Khattab

Semoga engkau menjadi takdirku.