"Bored with practice? Try to sit on the bench."
***
Setelah 3 bulan latihan. Akhirnya aku menghadapi sparing pertamaku melawan tim UB. Jam 6 sore di Gor Pertamina UB saat itu aku berhasil mencetak poin pertamaku yang sekaligus foul-in. Aku dan kelas 10 lain yang bermain masing-masing hanya bermain kurang lebih selama 2 menit saja. Akhirnya kamiu kalah telak 82-56.
Setelah itu, aku semakin rajin berlatih. Tetap. Fundamental yang paling penting. Aku terus memperbaiki dribble ku. Kali ini aku sudah berhasil mengolah bola dan bahkan saat aku kembali ke smp untuk sparing alumni Vs tim SMP aku sempat menjadi playmaker menggantikan Dicky si kapten.
Selama kelas 10 ini sudah beberapa kali turnamen dihelat. Namun, kelas 10 jarang mendapat kesempatan. Sampai-sampai teman-temanku di sekolah lain banyak yang berkata bahwa di smantii persaingannya sangat ketat, pemain yang hebat di smp seringkali tidak dipakai saat di smanti. Itu memang terbukti! Persaingan di sini sangat ketat. Bahkan saat turnamen pertama, hanya Satrio yang ikut dalam turnamen. Di turnamen kedua Arsha dan Marga menyusul mengikuti turnamen tersebut. Dan akhirnya pada turnamen ketiga aku dan Ifan menyusul.
Selama rangkaian turnamen tersebut, aku sangat bersemangat! Karena ini merupakan turnamen petamaku. Namun, aku belum mampu mengeluarkan permainan terbaikku. Entah kenapa aku merasa minder dan tidak tenang dalam lapangan. Jauh berbeda ketika aku selalu percaya diri saat smp. Di turnamen kali ini aku mengenakan nomer punggung 13, nomer yang dipakai mas Bima sebelumnya Sebanarnya aku ingin menganakan nomer 9. Namun, karena nomer 5 yang diinginkan Arsha sudah dipakai. Mas Bima selaku kapten basket sebelumnya memberikan nomer 9 tersebut kepada Arsha dan 13 kepadaku.
Di setiap pertandingan aku, Ifan dan Marga hanya menjadi timnas (tim pemanasan). Kami hanya bermain maksimal 1 quarter. Bahkan saat 8 besar dan saat final aku, Ifan, dan Marga tidak bermain.
Setelahnya, ternyata kami menjadi juara 2 setelah takluk oleh SMA IPH dengan margin 12 poin di final. Padahal, IPH saat itu tidak diperkuat oleh tim popda nya. Tidak diperkuat pemain seperti Widy dan Felix.
Ternyata, atmosfernya berbeda. Saat di smp. Perjuangan menuju juara sangat berat. Dan ketika, tim underdog seperti kami berhasil menjadi juara. Atmosfernya sungguh bahagia! Kami bangga dan selalu teringat di memori kami. Namun, membela The Dream Team ketika juara terasa biasa. Juara bagaikan hal pasti yang akan diterima di setiap turnamen. Dan semuanya terasa berbeda.
***
Sesudah turnamen Dekan Cup yang diadakan oleh FEB UB pada bulan November itu. Tidak ada turnamen lagi. Kami terus berlatih dengan semangat! Kali ini latihan dibagi menjadi 2. Karena kelas 11 masuk pagi dan kelas 10 masuk siang. Akhirnya kelas 11 latihan sore sedangkan kelas 10 latihan saat pagi. Di saat latihan pagi tersebut merupakan titik ledakan dalam dunia basketku. Di mana aku mulai dipangan dengna kedua mata di smanti. Tidak lagi sebalah mata. Semua itu dimulai saat latihan 1 on 1. Pak Wahyu menyuruh kami berpasangan dengan lawan yang seimbang. Seperti biasa, aku mendapat lawan Reza. Beberapa kali aku memasukkan dan beberapa kali aku kemasukan. Sampai akhirnya urutan diacak dan aku melawan Arsha. Aku mendapat bola dari Arsha. Kemudian aku dribble di sisi sebalah kanan aku melakukan bumping lalu spin. Aku mencoba shoot. Namun, hanya fake. Arsha tertipu oleh fake dan yang lain bertepuk tangan mengapresiasiku. Bagi mereka mungkin hal biasa. Namun, ini menurutku merupakan titik ledakan. Selanjutnya aku mulai berhadapan dengan Satrio, Ula dan yang lain. Saat itu walaupun masih di bawah mereka. Tetapi, aku sudah mulai paham bagaimana cara bermainnya.
Saat latihan game pun, aku sudah kembali mulai melakukan poin. entah dengan shooting atau lay up. Itu yang membuatku semakin bersemangat. Apalagi dribble ku juga berkembang. Aku mulai melatih tangan kiriku untuk kesempurnaan dalam dribble dan shooting.
Waktu libur tiba dan selama satu minggu penuh kami berlatih. Aku mulai berkembang di sini.
Namun, anehnya aku mulai bosan ketika Pak W tetap saja tidak pernah memandangku. Ketika aku brermain bagus, beliau tidak pernah mengatakan sesuatu atau bahkan tidak tersenyum. Ketika aku melakukan kesalahan beliau tidak pernah mengevaluasiku. Beliau hanya terus diam. Padahal temanku yang lainnya masih dievaluasi atau diberikan motivasi.
***
Entah apa yang aku pikirkan saat temanku menawariku ikut futsal sekolah. Aku menolaknya dan tetap berpegang teguh untuk basket. Untuk DBL.
***
Dan entah apa yang aku pikirkan saat itu ketika aku mulai tertarik ikut futsal dan coba-coba mengikuti seleksi futsal tahap 1. Yaitu, endurance. Lari 12 putaran. Dan ternyata, aku berada di posisi pertama dengan 16menit 23 detik. Tidak kaget, karena selama di basket fisikku ditempa terus menerus.
Akhirnya, aku mengikuti turnamen keduaku kali ini 3 on 3. Namun, aku tidak tahu apa yang aku pikirkan ketika aku tidak datang saat pertandinganku tersebut. Aku tidak tahu apa yang aku pikirkan saat aku berniat berhenti bermain basket. Namun, karena persiapan DBL telah dimulai. Aku yang selaku wakil dari kelas 10 ikut dalam rapat tersebut. Aku bimbang.
Aku sangat ingin bermain di DBL. Tapi aku tidak tahu apa yang aku pikirkan. Saat itu aku juga sangat ingin bermain futsal.
***
Aku seperti kehilangan keyakinan yang dari dulu aku bangga-banggakan. Aku kehilangan positive thinking. Bahkan aku lupa kalau tidak ada yang mustahil bagi Allah. Yang aku pikirkan saat itu hanya aku tidak akan bisa menembus tim inti saat DBL nanti. Selama turnamen hanya Tio dan Arsha yang sering bermain. Saat itu aku tidak tahu kenapa aku pesimis aku tidak bisa ikut dalam tim inti.
***
Hingga akhirnya suatu siang setelah shalat jum'at dengan sangat berat hati aku berkata kepada Coach Wahyu bahwa aku meminta izin berhenti basket, tanpa alasan apapun. Dan beliau hanya menjawab "Oh iya nggak papa, Vicko.". Hanya itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar