Minggu, 04 Mei 2014

Basketball Life (part 14) - Ending of My DBL


"Never give up on something that you can't go a day without thinking about."
"When you give up. Actually, you are really close with you success."
***

Gelaran DBL 2013 East Java Series - South Region telah berakhir. Lagi-lagi smanti gagal melaju ke DBL Arena sebagai champion of south region. Tim basket smanti putra kandas di penyisihan grup. Lagi-lagi oleh newcomer. SMAN 2 Lumajang yang tampil superior sejak awal berhasil mengunci kemenagan 42-34 stas smanti Bhawikarsu.

Namun, euforia pundukung smanti benar-benar luar biasa! Bisa aku katan luar biasa karena bayangkan saja hampir 3/4 dari Gor Pertamina UB dimilikki oleh pendukung smanti! Dari mulai siswa smanti sendiri, anak smp yang bercita-cita masuk smanti, para alumni, guru, bahkan orang asing yang baru pertama melihat basket pun mendukung Bhawikarsu Basketball Team (B-Beam).

Di antara euforia itu, aku merasa sepi. Di antara sorak-sorai pendukung smanti, aku merenung. Terbesit pikiran dalam hati. "Andai saja aku masih ikut basket.... Ya, Andai saja.". DBL yang merupakan ajang turnamen basket terbesar di Indonesia telah membuat semua pelajar bercita-cita untuk berlaga di DBL. Aku sudah lama sekali becita-cita untuk berlaga di DBL. Namun, semua itu pupus sudah.

Sejak gelajaran DBL 2013 berakhir, aku kembali bermain bola basket. Aku berlatih setiap hari. Terbesit harapan untuk bisa tampil di DBL 2013. Menjelang tahun ajaran baru dimulai impianku kembali pupus. Pupus kembali oleh pikiran negatif takut akan kalah saing dengan siswa baru. Akhirnya, aku tetap ikut futsal dan memendam impianku berlaga di DBL...... selamanya.

***

Senin, 7 April 2014

9 bulan sejak DBL 2013 berakhir. Atau 4 bulaqn lagi sebelum DBL 2014 dimulai. Pikian tentang basket selalu terbesit di hatiku. Menempel di pikiranku. Aku berpikir, alternatif lain adalah mendidik anakku kelas dengan basket. Menjadikannya pemain basket terbaik. Setelah itu, dia akan mengikuti JRBL dan DBL. Serta menjadi bagian dari DBL All-Star yang memperoleh pengalaman super luar biasa. Setelah itu, dia akan menjadi pemain basket profesional dan merupakan andalan timnas Indonesia. Aku tersenyum memikirkannya.

Pelajaran hari ini dimulai dengan upacara pagi. Seperti biasa, setelah itu pelajaran olahraga. Olahraga kali ini adalah bola voli. Aku bermain bersama teman-temanku. Dan setelah 2 set dimenangkan oleh tim ku. Aku dan Ferdio beralih ke lapangan basket untuk melakukan 1 on 1. Match berakhir dengan skor 3-3. Dan pertandingan berhenti ketika Ferdio meminta istirahat. Gila! Gerakanku, dribble ku, shooting ku, semua sudah jauh menurun drastis dibandingkan ketika aku masih bagian dari B-Beam.

Setelah cuci tangan dan membersihkan tubuh. Aku duduk di bangku di samping lapangan voli, bersama kedua temanku dan gugu olahraga. Cahya, Iffa, serta pak Wahyu. Beliau bercerita tentang keadaan smanti ketika Pak W masih SMA. Beliau juga menceritakan tentang PSCS pada jamannya. Aku tertarik mendengar ceritanya. Sampai beliau berkata

"Vicko dulu kenapa berhenti basket?" Deg. Aku langsung terdiam. Sudah lama aku ingin membahas ini bersama Pak W. Aku tidak menjawab cerita sebenarnya bahwa pikiran negatifku takut kalau nanti saat DBL aku hanya menjadi pemanas bangku cadangan.Takut kalau aku tidak bisa meraih cita-cita tampil bersama DBL All-Star. Takut menjadi seperti kakak-kakak kelasku yang selalu semangat berlatih, namun kalah bersaing dengan pamin lainnya. Dan salah satu alasan utama, aku juga minder dengan pak Wahyu. Setiap latihan, beliau jarang sekali memandangku, beliau tidak pernah menyimpulkan sebuah senyuman ketika aku berhasil menguasai sesuatu teknik yang berminggu-minggu aku pelajari. Jangankan tersenyum, bahkan ketika aku melakukan kesalahan, beliau tidak pernah mengevaluasiku. Yang beliau lakukan adalah mendiamkanku, dan mengevaluasi pemain lain. Aku jadi teringat ketika Mbak Tya, kapten tim basket butri, menasihatiku bahwa Pak W memang begitu orangnya. Beliau tidak pernah membuat kita senang dengan memuji kita. Namun, dibalik itu beliau memuji kita di orang lain. Kalau Mbak Tya ada di sini, aku ingin bertanya "Apakah itu benar terjadi?"

Aku memilih beralasan bahwa aku ingin tampil di LPI. Namun, aku juga mengatakan bahwa aku menyesal keluar dari ekskul basket. 

"Padahal kalau masih ikut, paling sekarang sudah jadi tim inti, main bagus." kata Pak W

"Hah?", kok bisa. Kan aku pemain timnas (tim pemanasan). Paling Pak W cuma nggombal.

"Iya kamu dulu kan cepat bisa." Kata beliau memandangku. "Pak W emang gitu. Kalau lihat pemain cepet bisa biasanya yang pak W latih mentalnya dulu. Kalau mentalnya sudah jadi, wah main di lapangan sudah bagus."

Aku mengangguk-angguk seolah mengerti. Padahal, aku tidak tau apa yang dimaksud latihan mental dari Pak W.

"....Pak W ngelatih mentalnya entah dengan dimarah-marahi, dikerasi, nggak dimainkan, atau pak W diemkan..." #jleb

"Oh, jadi mental dulu ya Pak." jawabku pada pak W

"Iya, harusnya kamu bisa main DBL jadi tim inti klo dulu tetep latihan terus." Aku mengangguk lagi.

Setelahnya itu, dadaku rasanya panas. Pikirkanku langsung menuju hari dimana aku berkata "Pak, mohon maaf saya izin keluar basket boleh Pak?". Aku berulang kali mengucap istighfar.

Aku tidak menyangkan kalau Pak Wahyu selama ini mendiamkan hanya untuk melatih mental. Aku yang tidak percaya bahwa aku bisa menjadi bagian dari tim DBL smanti, namun pak W berkata lain.

Saat itu, seolah kalimat kutipan yang pernah aku baca terus terngiang. "Never give up on something you can't go a day without thinking about."

Aku berhenti basket hanya gara-gara keyakinan negatif. Hahahaha. Aku gagal di basket SMA. Aku gagal mengejar mimpi bermain di DBL.

Andai saja aku bertahan hingga 1-2 bulan, mungkin aku bisa bermain jauh lebih baik
Andai saja aku berpikiran positif saat smp
Andai saja Pak W tidak mengizinkan aku keluar basket
Andai saja......

Tidak ada komentar:

Posting Komentar