Kamis, 15 September 2016

Sahabat Kecil

"Kesempatan seperti ini... tak akan bisa dibeli. Bersamamu kuhabiskan waktu. Senang bisa mengenal dirimu. Rasanya semua, begitu sempurna sayang untuk mengakhirinya"

***

Lulus SD kuncinya sekelas. SMP kuncinya ga pindah. SMP kuncinya sebangku. Lulus SMP kuncinya se-SMA. Lulus SMA kuncinya sekuliah. Kuliah kuncinya sekos.

2 quotes di atas sangat berkesan dalam nurani. Yang pertama, adalah lirik lagu sahabat kecil - Ipang. Lagu tersebut adalah lagu sepanjang masa kenangan tentang sahabat. Liriknya sungguh menyentuh dan sering kali dibuat menjadi backsound video perpisahan. Yang kedua adalah konsep yang aku buat tentang sahabat dan perpisahan berdasarkan pengalamanku 19 tahun hidup di dunia ini.

Saat aku SD, aku sering mengikuti lomba di berbagai olimpiade. Aku bertemu dengan seseorang yang sangat akrab denganku. Nur Adi Setiawan. Bersamanya, semua hal menjadi lucu dan layak untuk ditertawai. Sayangnya, kami hanya bertemu saat olimpiade-olimpiade saja. Namun, semua menjadi semakin baik ketika kami berada di SMP yang sama dan berada 1 kelas saat MOS. Aku jadi sering main ke rumahnya dan dia juga sempat ke rumahku. Namun, kami mulai menjauh dan tidak berkomunikasi begitu tahu setelah MOS kami tidak lagi berada di kelas yang sama.

Saat SMP aku mempunyai banyak teman dan sahabat. Ada yang datang lalu pergi. Namun, ada juga yang membekas di hati. SMP kuncinya ga pindah. Sayangnya, salah satu teman terdekatku pindah. Lingga. Dia pindah ke Bandung karena kedua orang tuanya dinas di sana. Kabar baiknya, kami masih sering chat dan hampir tiap tahun kami bertemu. Entah aku yang ke Bandung atau Lingga yang ke Malang.

Ada juga salah satu teman dekatku saat SMP yang sangat dekat sekali. Namun, kami mulai jarang main bareng saat kelas 3 duduk kami berjauhan. Untungnya juga, di akhir kelas 3 kami kembali sering main bareng. Bahkan sampai sekarang.

Saat SMA, ada yang menyebut Syafiq artinya Sahabat Vicko wkwkwk itu ejekan karena saat itu aku metenteng. Namun, Syafiq pernah bilang dia ga peduli meskipun ada yang ga suka, Katanya, akhirat kita ditentukan teman kita, Bukan omongan orang lain. Syafiq ini lucu banget, pas kelas 10 dia benci sama yang namanya pacaran dan gabakalan pacaran sampe ntar nikah. Jomblo Sampe Sah katanya. Tapi, pas kelas 11 taunya udah jadian aja sama temennya, Adis wkwkwkw. Salah cerita jadiannya mbanyol wkwkwk Jadi kita pas sma CS banget. Apalagi kelas 11. Soalnya cuma kita berdua sama Bedil yang ke IPA 6. Nah, temen-temen kelas 10 yang lain di IPA 5. Jadinya, ya gitu ke mana-mana smaa Syafiq. Ngapa-ngapain lapor. Sholat dhuha, dhuhur, ashar bareng. les bareng, makan bareng, bahkan suering aku jadi nyamuk pas Adis sama Syafiq keluar wkwkwkw. Kok mau ya Adisnya. Cerita jadiannya itu mbanyol. Awalnya Syafiq kan mau ngajak aku buat nembaknya, soalnya pas itu motornya dipake abinya. Lah kok pas hari Sabtu mau jadian itu aku sakit wkwkwk. Akhirnya, Syafiq jalan dari smanti ke kfc kawi. Mampir dulu beli setangkai bunga di splendid. "Mbak mau beli bunga."Kata Syafiq pas cerita. "Berapa mas?", "Setangkai ini aja mbak", cuma 2000an ternyata wkwkwkwk Iya lah wong cuma bunga 2000an wkwkwk Banyak cerita sih sama Syafiq. Kan 3 tahun barengan. Pas kita udah kelas 3 SMA, kita ndaftar snmptn, sbmptn, semuanya barengan wes. Dia sempet ngiming-ngimingin manajemen IPB yang katanya akreditasi A, biar snmptn nya sama paling wkwkwkw. Nah, Uminya minta tolong aku mbujuk Syafiq jangan ngambil mandiri dimana-mana. Ambil Seleksi Mandiri UB aja wkwkwkw Jadi, dia tak paksa ambil Selma UB aja. Pas les kita ke mana2 bareng juga. Masiho ga jarang kita juga sering crash. Tapi ya paling otot-ototan biasa wkwkwk. Kita sama-sama pingin masuk STAN dan 1 kos-an. Tapi, di detik-detik terakhir pendaftaran SBMPTN. Aku yang udah yakin milih pajak UB (meskipun sebelumnya ganti2 dari tekkim, statistika, teknik informatika, dll wkwkwk), secara mengejutkan Syafiq nulis ITB di pilihan pertamanya, Bukan main. Sehabis SBMPTN, Syafiq gayakin masuk ITB. Tapi kita tetep berharap di STAN, meskipun Syafiq mesti ngompori STAN ga buka pendaftaran wkwkwkw Pas nunggu pengumuman SBMPTN. Kita juga ndaftar beberapa kampus. Kayak PLN Polinema. Lolos tes tahap 2 kesehatan, kita barengan ke surabaya naik bus nginep di hotal Fortuna. Wkwkwkw kayak maho pol. Tapi, sedih dia ga lolos tahap 3 jadinya aku ke hotel Fortuna sendirian pas tahap 3 :( baper baper wkwkwkwk Aku sama Syafiq ini sering pemikiran, tapi ya sering otot-ototan wkwkwk Dia lebih luwes kalo ngobrol sama orang lain, soalnya dia suka ndengerin orang dan bisa ngefake kalo gasuka orang. Nah aku kaku wkwkwk. Pas pengumuman SBMPTN aku sakit demam berdarah. Secara mengejutkan (lagi) Syafiq akhirnya ke terima ITB dan ga daftar STAN. Cerita sedihnya, ternyata Lulus SMA kuncinya sekampus. Meskipun masih ketemuan pas liburan, tapi kita ga bisa sedeket dulu lagi. Bahkan aku udah gatau gimana Adis sama Syafiq dan sebaliknya.

Lanjut kuliah, ada Akmal. Tapi sayang udah ga sekosan pas tingkat 2.

Saat itu, dari semua pengalaman aku menyadari kalau sahabat datang dan pergi. Sukses Adi! Sukses Ngga! Sukses Fiq! Sukses Mal!

Senin, 12 September 2016

Self-Driving License

Aku baru saja menyadari arti dari self-driving license. Suatu hal yang diajarkan oleh Rhenald Kasali di berbagai kesempatan dan buku yang beliau tulis. Tentang menjadi seseorang yang mandiri dan mengambil keputusan sendiri, tanpa bantuan atau tekanan dari orang tua. Berusaha menjadi seseorang yang mengambil keputusan dari nurani dan pikiran pribadi berdasarkan pengalaman dan pengetahuan yang diperoleh.

Dalam buku "30 Paspor di Kelas Sang Professor" berulang kali dijelaskan mengenai self-driving license ini. Semua mahasiswa Prof. Rhenald Kasali ditugaskan untuk pergi ke luar negeri sendirian. Tanpa orang tua. Tanpa sanak saudara. Tanpa teman. Prof. Rhenald Kasali ingin membentuk mahasiswa menjadi sopir dalam hidupnya, bukannya hanya seorang penumpang. Beliau tidak ingin mahasiwanya tertidur dalam perjalanan hidupnya. Beliau ingin mahasiswa terus terjaga dan melek, memikirkan hal yang akan terjadi ke depannya. Dan berusaha mengambil keputusan terbaik.

Beruntung aku dibesarkan oleh kedua orang tua yang super demokratis dan selalu menyerahkan keputusan di atas tangan anaknya. Kedua orang tuaku tidak pernah sekalipun melarangku dan masku melakukan sesuatu. Memang ini dapat berdampak positif negatif. Tapi, mari kita pikirkan saja yang positif karena semua itu dilakukan untuk tujuan itu. Di usia yang sangat muda, aku tidak diantarkan membuat ktp, sim, kk dan surat keterangan lain di mana kebanyakan remaja seusiaku diantarkan oleh orang tuanya. Ketika pertama kali menginjakkan kaki di Bintaro, aku juga tidak ditemani orang tuaku. Bahkan papaku belum pernah mengunjungiku di sini. Ini aku anggap bukan karena mereka tidak sayang, justru mereka sangat sayang kepadaku sehingga membiarkanku mengambil keputusan sendiri dan tidak ikut mencampuri kehidupan remajaku. Dengan kata lain mereka 100% percaya dengan segala keputusan yang aku ambil. Tentu saja ini bergantung pada track record ku selama ini yang akhirnya berhasil mengambil kedua orang tuaku.

Ketika aku mempunyai rencana ke luar negeri, kedua orang tuaku juga tidak mempermasalahkannya. Bahkan aku tidak menyusahkan kedua orang tuaku dengan segala biaya karena aku mebiayai sendiri keberangkatanku Singapore dan Malaysia waktu itu. Aku sungguh beruntung dibesarkan kedua orang tua yang tidak paham dengan konsep self-driving, tetapi beliau berdua menerapkannya kepadaku.

Aku jadi ingat ketika aku masih SD, SMP, SMA, dan lulus SMA. Kedua orang tua ku tidak pernah mempermasalahkan sedikitpun akan tujuan yang aku pilih. Beliau berdua hanya mengarahkanku, yang seringkali arahannya sesuai dengan keinginanku. Meski begitu, kedua orang tuaku tidak pernah membatasi apa yang aku inginkan. Aku pernah menyampaikan aku tidak ingin kuliah dan langsung membuka bisnis saja. Orang tuaku tidak menolaknya, bahkan excited. Mereka kagum dengan sikap mandiriku dan ingin berusaha. Untung, lambat laun aku menyadari bahwa kuliah cukup penting dalam menentukan karir masa depanku.

Hari ini aku menyadari akan pentingnya dari Self-Driving License ini. Sejak aku kos di Bintaro, tak sekalipun kedua orang tuaku menjengukku. Mamaku pernah ke kosku, namun hanya menjemput karena saat itu aku demam hebat hingga tak kuat melangkahkan kaki. Beberapa temanku di sini seringkali dijenguk oleh orang tuanya. Beberapa ada yang hanya sekedar menengok keadaan anaknya, ada yang karena urusan bisnis dan mampir ke sini, dan ada juga yang seringkali ke sini karena khawatir akan kenyamanan anaknya. Yang aku sebutkan terakhir adalah penyebab aku menyadari arti pentingnya self-driving license ini.

Temanku yang sebut saja namanya Joko, seringkali dikunjungi orang tuanya. Sakit sedikit, orang tuanya langsung terbang menuju Bintaro. Tidak masalah sih sebenarnya, karena itu adalah bentuk rasa cinta orang tua terhadap anaknya yang paling bungsu. Hanya saja, seringkali aku lihat Joko ini tidak berani atau tidak pandai mengambil keputusan. Baru aku menyadari karena seringnya orang tuanya yang memutuskan suatu hal untuknya. Kebiasaan perhatian penuh orang tuanya kepada Joko, membuat Joko tidak dewasa dan terkesan kekanak-kanakan karena dimanjakan itu.

Sampai detik ini aku masih tertegun dengan arti pentingnya Self-Driving License. Aku pikir mungkin Joko tak akan bisa hidup di daerah pedalaman sendiri. Karena orang tuanya akan langsung menyusul ke tempat tersebut. Pernah suatu ketika, temanku yang lainnya, Bejo, berkata kepada Joko dengan nada gurau, "Jok...Jok... gimana kamu bisa dewasa kalau seperti ini terus. Jangan-jangan nanti kamu jadi dikucilkan oleh sosial lho." Benar juga sih kata Bejo. Karena walaupun Joko cukup cerdas dengan IP nya yang tinggi, serta yang aku kagumi, Joko sangat rajin pergi ke masjid, tanpa lisensi sopir kehidupan, selamanya Joko tak akan bisa hidup mandiri dan dewasa.

Semoga saja Joko bisa lepas dari belenggu tekanan orang tuanya dan berhasil berubah menjadi pribadi dewasa yang sungguh baik. Karena jujur, aku dan temanku Agus, sering berkata kalau Joko cukup ganteng dan gagah. Kalau saja dia tidak kekanak-kanakan mungkin banyak yang akan tergila-gila padanya. Hehe.

Selasa, 06 September 2016

Mencari Kos

Seharusnya judul tulisan ini adalah "Out of Comfort Zone" atau "New Thing" atau judul lain yang intinya tentang perpindahan dan keluar dari zona nyaman biasanya.

Mencari kos adalah salah satu hal yang sulit dalam hidup. Sama seperti sulitnya mencari rumah baru dalam buku "Manusia Setengah Salmon" tulisan Raditya Dika. Sejak 1 tahun lalu merantau ke daerah Bintaro. Aku memilih kos Baranade sebagai tempat tinggalku selama di sini. Pertama kali tiba di Bintaro, aku tidak merasa senang karena kamarku yang baru cukup kecil ditambah homesick yang tak kunjung reda membuatku tidak nyaman 2x. Namun, lambat laun aku mulai nyaman berada di kos ini dan rasanya tidak ingin pindah. Akhirnya, aku dan teman-temanku memutuskan untuk tetap berada di kos Baranade. Tetapi, semua berubah saat Bapak kos mengatakan harga kos tahun ini naik. Itu adalah awal dari perpisahan teman-teman maharema yang tinggal di baranade. Satu per satu dari kami memutuskan untuk mencari kos baru yang tentunya lebih murah.

Bagian ini adalah yang tersulit. Meninggalkan semua kenangan yang ada di baranade bersama teman-teman semua. Namun, bagaimanapun juga kami semua harus pindah karena harga yang mahal. Aku, Bahy, Tyo, Dwi, dan Najib memilih kos Paus sebagai kos baru kami. Aku memilih kos ini karena kamarnya cukup luas, walaupun harganya lebih mahal dari kos di baranade. Sayangnya, aku terkena 'zonk'. Kamarku yang harganya sama dengan kamar mas biting, ternyata ukurannya jauh lebih kecil ketimbang kamar milik mas Biting. Tau gitu, aku tetap di baranade, pikirku saat mengetahui hal tersebut.

Di kos baru ini ruanganku bahkan lebih kecil dari kamarku di baranade. Dan aku merasa tidak nyaman. Aku jadi ingat saat pertama kali tiba di baranade dulu. Aku juga sempat merasa tidak nyaman, namun semakin lama baranade membuatku tidak ingin keluar kos lama-lama. Aku hampir menghabiskan seluruh waktuku di baranade. Dulu saat aku masih homesick dan belum beradaptasi dengan kelas baruku, aku selalu ingin pulang cepat ketika kuliah selesai. Karena begitu tiba di baranade, semua masalah di kampus serasa hilang. Dan baranade benar-benar membuatku bisa menertawai hidup ini dengan cara yang berbeda. Dengan cara ala anak kosan perantauan yang polos-polos hahaha.

Sabtu, 03 September 2016

The Company Named "Vixar Stop Motion" (1/3)

Vixar Stop Motion adalah online shop yang menjual jasa pembuatan stop motion. Online shop ini resmi aku publikasikan tanggal 21 Oktober 2014. Aku membuat sebuah jarkom dan pamflet mengenai pembukaan jasa stop motion ini. Aku men-share di twitter, facebook, kaskus, youtube, whataspp, line, dan blog. Tak disangka-sangka media sosial yang aku sebutkan terakhir kali adalah titik balik dari (alhamdulillah) larisnya jasa stop motion ini.

Aku pertama kali melihat stop motion saat kelas 1 SMA tahun 2013. Saat itu, aku berkunjung ke rumah temanku yang bernama Aan. Dia sedang galau karena kedekatannya dengan seseorang mulai pudar dan entah kenapa si doi pergi begitu saja ninggalin Aan. Akhirnya, Aan membuat stop motion mengenai "First Hang Out" mereka yang ternyata juga menjadi last hang out mereka berdua. Di video tersebut, aku sangat kagum karena Aan membuat stop motion itu tampak sangat detail. Kebetulan saat itu dia pergi ke matos. Dia menggambarkan matos, parking area, elevator, hingga hal-hal kecil lain dengan sangat detail. Aku begitu kagum karenanya. Itulah saat kali pertama aku melihat stop motion. Hanya saja, aku belum tahu kalau video tersebut bernama stop motion.

Saat gelaran Putra-Putri Bhawikarsu, salah satu event akbar di sekolahku yang mencari duta sekolah, aku terinpirasi dari Aan untuk membuat stop motion, Sayangnya, saat itu stop motion ku benar-benar jelek dan bahkan mungkin tidak bisa disebut stop motion hahaha.


Sejak itu, aku tidak pernah lagi membuat stop motion. Namun, aku tetap aktif dalam dunia video editting. Saat itu juga, aku beberapa kali membuat video lipsing yang menurutku sangat keren pada waktu itu wkwk. Tidak hanya video lipsing, aku juga membuat video highlight futsal dari kelasku. Aku sangat menyukai video editting, walaupun aku benar-benar amatiran.

Di penghujung tahun 2014. Lingga, sahabatku, dan teman-temannya dari Bandung mampir ke rumahku. Mereka bermalam beberapa hari dan menikmati indahnya kota Malang di Bumi Arema. Kebetulan juga, saat itu Lingga dan pacarnya akan merayakan hari jadinya yang ke-8 bulan. Lingga meminta bantuanku untuk membuatkan video slide foto dia dengan pacarnya, aku cukup antusias untuk mengerjakan project ini. Mengetahui bahwa di situ ada teman-teman Lingga (yang tentunya aku harapkan mereka kagum dengan kemampuan video editting ku, padahal cupu wkwkwk). Begitu video jadi, respon teman-teman Lingga mengatakan bahwa videonya tidak mengena sama sekali. Videonya biasa-biasa saja. Jleb. Jleb. Jleb. Bagai disambar petir (alay) aku kecewa. Salah satu temannya, yang aku ingat namanya Agustiar, menyarankan untuk bikin stop motion saja. Tapi, Lingga berdalih kalau waktunya udah mepet mana mungkin bikin stop motion. Diam-diam aku bertanya... Apa itu stop motion?



Sampai akhirnya, beberapa hari kemudian Lingga dan teman-temannya pulang. Aku langsung search youtube dan mencari tahu apasih stop motion itu? Pencarianku berujung pada sebuah video yang sangat membuatku kagum. Di mana ternyata stop motion, bisa menggerakkan kertas tanpa ada yang menggerakkannya. Dalam video tersebut, anak kelas 1 smp mengungkapkan cintanya ke mantan pacarnya. Aku mengomentari videot tersebut, "Bagus banget kak!! Gimana cara bikinnya?"

Tidak sampai di situ saja, aku menonton semua video stop motion yang ada di youtube. Sampai aku berhenti pada sebuah video yang benar-benar membuatku tertegun. Aneh sekali, tangan manusia bisa menggerakkan sebuah tulisan. Bagaimana cara membuatnya? Aku semakin penasaran. (Terakhir, aku mengetahui ternyata teknik yang digunakan orang tersebut adalah whiteboard stop motion). Begitu melihat banyaknya video stop motion yang bagus. Aku memutuskan untuk dalam waktu dekat mencoba untuk membuat video stop motion. Hanya saja, aku belum menemukan semangat dan hasrat untuk membuat konsep dan propertinya.

Hasrat tersebut baru muncul ketika aku mulai dekat dengan salah seorang adik kelasku. Sebentar lagi dia akan ulang tahun dan aku berniat untuk membuatkannya video stop motion. Mulailah aku kembali melihat-lihat video stop motion di youtube dan mencari konsep yang cukup bagus untuk video stop motion pertamaku ini. Setelah memilah-milah konsep, akhirnya aku menemukan konsep yang cocok untuk video ini.

Aku mulai menggambar, mewarnai, menggunting dan menempel untuk properti stop motion. Aku bekerja semalaman mulai ba'da isya' hingga pukul 04.00 pagi selesai mengedit video pertamaku itu yang hasilnya cukup memuaskan.

Setelah itu, aku kembali vakum dalam dunia per-stopmotion-an. Karena ribetnya membuat properti, serta rumitnya memfoto sendirian, aku tidak tertarik lagi untuk membuat stop motion. Iya, tidak tertarik lagi, sampai akhirnya dibuatlah tugas seni budaya membuat lagu dan video klipnya. Karena teman-temanku tidak mau ribet ambil video, akhirnya mereka mengusulkan untuk membuat stop motion. Aku menyetujuinya dengan syarat mereka semua membantuku.

Backpacker to Singapore! - Pertama kali ke negeri orang

Semuanya bermula saat saya membaca buku milik Pandu Whaskita "Bucketlist". Jujur saja, buku tersebut membuat mata saya terbuka dan sadar, untuk pergi ke luar negeri kita tidak harus menjadi orang kaya dan bergelimang harta. Selepas membaca buku Bucketlist tersebut, saya langsung bertekad di dalam hati. Tahun ini saya harus ke luar negeri! Selain Bucketlist, buku yang sebelumnya saya baca adalah 30 paspor di kelas sang professor. Buku yang juga membuka mata saya tentang arti solo backpacker. Awalnya, saya ingin ke luar negeri sendiri tanpa siapapun. Tapi, saya berpikir mungkin akan lebih menarik jika bersama teman-teman saya.

Akhirnya, saya mulai mengajak satu per satu teman-teman saya untuk pergi ke negeri orang. Singapore, Malaysia, dan Thailand adalah tujuan saya. Tanggapan dari teman-teman saya pun beragam. Mulai dari "hah? pake uang siapa?", biasanya teman yang menjawab seperti ini adalah yang belum terbukakan matanya. Makanya beli Bucketlist hehe *malah promosi. Yang tidak disangka-sangka ternyata Laksmi juga merencanakan untuk pergi ke Singapore. Sayangnya, waktu yang berbeda karena Laksmi berencana berangkat saat saya sudah masuk kuliah semester 3.

Saat saya lontarkan ide melancong ini ke teman sekos. Ternyata Akmal, teman kos yang paling sering main ke kamar, adalah orang yang paling bersemangat juga untuk backpacker ke luar negeri. Jadilah Februari 2016 saya dan Akmal mulai merencanakan backpacker ke negeri orang. Setelah berdiskusi panjang lebar kami akan berangkat setelah UAS Semester 2. Maklum, kami kuliah di perguruang tinggi kedinasan yang jadwal bolos pun bisa menyebabkan kami harus drop out hehehe. Untuk negara yang kami kunjungi kami memutuskan untuk pergi ke Singapore dan Malaysia karena alasan budget. Saya tidak mengerti bagaimana Pandu bisa berkeliling 5 negara dengan hanya bermodalkan 3 juta. Hahahaha.

Mulai hari itu kita masing-masing rajin search di internet mengenai negara Singapore dan Malaysia, wisata apa saja yang wajib dikunjungi, berapa budgetnya, dan yang terpenting tiket pesawat. Saat kami merencanakan hal tersebut, saya belum memiliki paspor dan Akmal sendiri paspornya sudah kadaluarsa. Alhasil, kami belum bisa membeli tiket pesawat. Padahal, dari traveloka kami seharusnya berhasil mendapatkan harga tiket 600ribu PP Soetta-Changi dan KLIA-Juanda. Namun, hasrat ingin ke luar negeri selalu menggelora sampai akhirnya saya bertanya ke admin traveloka di twitter. Apakah untuk booking tiket ke luar negeri harus punya paspor? Karena paspor saya masih diurus. Admin traveloka menjawab untuk maskapai AirAsia dan Jetstar sebenarnya tidak membutuhkan nomor paspor ketika booking. Namun, di bandara nanti saat check-in akan diperiksa paspornya.

Saya langsung bersemangat dan memberi tahu Akmal mengenai hal ini. Tetapi, sepertinya Akmal masih takut untuk membeli tiket sedini ini karena 1. Jadwal UAS yang bisa saja berubah 2. Kami masih belum mengurus paspor. Akhirnya, kami tidak jadi membeli tiket saat itu. Ide untuk melancong ke negeri orang perlahan pudar karena kesibukan kuliah. Saat saya bolos kuliah karena harpitnas (hari kecepit nasional)pun saya tidak menyempatkan diri untuk mengurus paspor karena keasyikan nongkron bersama teman-teman hehehehe.

Sampai akhirnya, tiba saat libur hari raya. Kali ini saya kembali bersemangat dan mengoprak-oprak Akmal untuk mengurus paspor. Rabu, 29 Juni 2016 kami berangkat ke kantor Imigrasi di Malang untuk mengurus paspor. Akmal sepertinya khawatir akan antri lama jadi dia mengajak saya untuk mengurus paspor pukul 6 pagi. Namun, saya masih sangat mengantuk dan baru tiba di rumah Akmal pukul 7 pagi. Ketakutan Akmal akan antrian panjang di imigrasi ternyata tidak terwujud. pukul 9 kami sudah selesai mengurus paspor. Sayangnya, disebabkan seminggu lagi lebaran. Paspor kami baru dapat kami ambil 13 Juli 2016.

2 minggu kemudian setelah mendapatkan paspor. Saya dan Akmal mulai mengurus tiket pesawat dan hostel selama di Singapore dan Malaysia. Saya bertugas membuat itenary travel selama kami di sana. Percayalah Itenary hanyalah patokan. 100% tidak semua yang ada di itenary akan terlaksana. Apalagi kalau itenary yang dibuat terlalu khayal seperti buatanku hahahaha.

Beres mengurus semuanya. 21 Agutus 2016 kami akan berangkat ke Singapore!!!