Aku baru saja menyadari arti dari self-driving license. Suatu hal yang diajarkan oleh Rhenald Kasali di berbagai kesempatan dan buku yang beliau tulis. Tentang menjadi seseorang yang mandiri dan mengambil keputusan sendiri, tanpa bantuan atau tekanan dari orang tua. Berusaha menjadi seseorang yang mengambil keputusan dari nurani dan pikiran pribadi berdasarkan pengalaman dan pengetahuan yang diperoleh.
Dalam buku "30 Paspor di Kelas Sang Professor" berulang kali dijelaskan mengenai self-driving license ini. Semua mahasiswa Prof. Rhenald Kasali ditugaskan untuk pergi ke luar negeri sendirian. Tanpa orang tua. Tanpa sanak saudara. Tanpa teman. Prof. Rhenald Kasali ingin membentuk mahasiswa menjadi sopir dalam hidupnya, bukannya hanya seorang penumpang. Beliau tidak ingin mahasiwanya tertidur dalam perjalanan hidupnya. Beliau ingin mahasiswa terus terjaga dan melek, memikirkan hal yang akan terjadi ke depannya. Dan berusaha mengambil keputusan terbaik.
Beruntung aku dibesarkan oleh kedua orang tua yang super demokratis dan selalu menyerahkan keputusan di atas tangan anaknya. Kedua orang tuaku tidak pernah sekalipun melarangku dan masku melakukan sesuatu. Memang ini dapat berdampak positif negatif. Tapi, mari kita pikirkan saja yang positif karena semua itu dilakukan untuk tujuan itu. Di usia yang sangat muda, aku tidak diantarkan membuat ktp, sim, kk dan surat keterangan lain di mana kebanyakan remaja seusiaku diantarkan oleh orang tuanya. Ketika pertama kali menginjakkan kaki di Bintaro, aku juga tidak ditemani orang tuaku. Bahkan papaku belum pernah mengunjungiku di sini. Ini aku anggap bukan karena mereka tidak sayang, justru mereka sangat sayang kepadaku sehingga membiarkanku mengambil keputusan sendiri dan tidak ikut mencampuri kehidupan remajaku. Dengan kata lain mereka 100% percaya dengan segala keputusan yang aku ambil. Tentu saja ini bergantung pada track record ku selama ini yang akhirnya berhasil mengambil kedua orang tuaku.
Ketika aku mempunyai rencana ke luar negeri, kedua orang tuaku juga tidak mempermasalahkannya. Bahkan aku tidak menyusahkan kedua orang tuaku dengan segala biaya karena aku mebiayai sendiri keberangkatanku Singapore dan Malaysia waktu itu. Aku sungguh beruntung dibesarkan kedua orang tua yang tidak paham dengan konsep self-driving, tetapi beliau berdua menerapkannya kepadaku.
Aku jadi ingat ketika aku masih SD, SMP, SMA, dan lulus SMA. Kedua orang tua ku tidak pernah mempermasalahkan sedikitpun akan tujuan yang aku pilih. Beliau berdua hanya mengarahkanku, yang seringkali arahannya sesuai dengan keinginanku. Meski begitu, kedua orang tuaku tidak pernah membatasi apa yang aku inginkan. Aku pernah menyampaikan aku tidak ingin kuliah dan langsung membuka bisnis saja. Orang tuaku tidak menolaknya, bahkan excited. Mereka kagum dengan sikap mandiriku dan ingin berusaha. Untung, lambat laun aku menyadari bahwa kuliah cukup penting dalam menentukan karir masa depanku.
Hari ini aku menyadari akan pentingnya dari Self-Driving License ini. Sejak aku kos di Bintaro, tak sekalipun kedua orang tuaku menjengukku. Mamaku pernah ke kosku, namun hanya menjemput karena saat itu aku demam hebat hingga tak kuat melangkahkan kaki. Beberapa temanku di sini seringkali dijenguk oleh orang tuanya. Beberapa ada yang hanya sekedar menengok keadaan anaknya, ada yang karena urusan bisnis dan mampir ke sini, dan ada juga yang seringkali ke sini karena khawatir akan kenyamanan anaknya. Yang aku sebutkan terakhir adalah penyebab aku menyadari arti pentingnya self-driving license ini.
Temanku yang sebut saja namanya Joko, seringkali dikunjungi orang tuanya. Sakit sedikit, orang tuanya langsung terbang menuju Bintaro. Tidak masalah sih sebenarnya, karena itu adalah bentuk rasa cinta orang tua terhadap anaknya yang paling bungsu. Hanya saja, seringkali aku lihat Joko ini tidak berani atau tidak pandai mengambil keputusan. Baru aku menyadari karena seringnya orang tuanya yang memutuskan suatu hal untuknya. Kebiasaan perhatian penuh orang tuanya kepada Joko, membuat Joko tidak dewasa dan terkesan kekanak-kanakan karena dimanjakan itu.
Sampai detik ini aku masih tertegun dengan arti pentingnya Self-Driving License. Aku pikir mungkin Joko tak akan bisa hidup di daerah pedalaman sendiri. Karena orang tuanya akan langsung menyusul ke tempat tersebut. Pernah suatu ketika, temanku yang lainnya, Bejo, berkata kepada Joko dengan nada gurau, "Jok...Jok... gimana kamu bisa dewasa kalau seperti ini terus. Jangan-jangan nanti kamu jadi dikucilkan oleh sosial lho." Benar juga sih kata Bejo. Karena walaupun Joko cukup cerdas dengan IP nya yang tinggi, serta yang aku kagumi, Joko sangat rajin pergi ke masjid, tanpa lisensi sopir kehidupan, selamanya Joko tak akan bisa hidup mandiri dan dewasa.
Semoga saja Joko bisa lepas dari belenggu tekanan orang tuanya dan berhasil berubah menjadi pribadi dewasa yang sungguh baik. Karena jujur, aku dan temanku Agus, sering berkata kalau Joko cukup ganteng dan gagah. Kalau saja dia tidak kekanak-kanakan mungkin banyak yang akan tergila-gila padanya. Hehe.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar