Sisa-sisa euforia ketenangan, kebahagiaan, kebersamaan saat jeda liburan kuliah 4 minggu masih terasa. Aku memilih kembali ke Bintaro menggunakan pesawat. Menurutku, pulang kampung ke Malang dengan kendaraan apapun tidak masalah. Bahkan kereta berkursi 90 derajat seharga 100ribu saja tidak masalah. Tetapi, berbeda ceritanya apabila kembali ke Bintaro. Perasaan sedih dan homesick selalu menyelimuti sepanjang perjalanan, apalagi kalau di kereta yang jarak tempuh Malang-Jakarta 14 jam. Rasanya tidak enak. Sejak liburan ini aku bertekad untuk kembali ke Bintaro menggunakan pesawat saja. Tidak terlalu mahal kok, karena aku selalu memburu tiket murah atau tiket final call.
Kembali ke Bintaro kali ini terasa berbeda. Perasaan sedih bercampur juga dengan pengumuman IP yang ternyata cukup mengecawakan. Ketika IP keluar, aku lihat namaku dengan IP 3,27 di sebelahnya. Bukan tidak bersyukur, tapi itu merupakan penurunan prestasi dari semester 1 3,67 dan semester 3,61. Aku akui semangat belajarku berkurang di semester 3 ini. Dari yang dulu tiap hari belajar, sekarang sudah menjadi SKS. Tapi, bukan hanya itu saja masalahnya. Masalah lainnya muncul di satu kata berikut: dosen. Sebagian temanku di grup chat LINE kelas memang menyalahkan dosen. Di mana kelas kami diampu oleh 6 dari 9 dosen koordinator. Tentunya itu bukan suatu rezeki. Malah bisa jadi dikatakan musibah. Mengapa? Karena tanggung jawab dosen koordinator cukup besar. Kalau kelas yang diampunya mendapat nilai baik semua, elektabilitas dosen tersebut bisa menurun karena dianggap membocorkan soal ujian. Itu hanya asumsiku saja. Tapi, mungkin itu benar terjadi. Bagaimana tidak, kelasku adalah peraih rata-rata IP terendah seangkatan. Hanya 5-6 orang saja yang mendapat IP cum laude. Bandingkan dengan kelas sebelah (hampir semua kelas sebenarnya) yang seluruh mahasiswanya cum laude, hanya 2-4 orang saja yang tidak cum laude. Tidak adil, menurutku. Bagaimanapun juga ini sudah takdir Allah. Kita pasrahkan saja semua kepada-Nya dan berbaik sangka bahwa ini adalah jalan terbaik yang Allah berikan. Mungkin untuk memotivasi kami belajar lebih. Atau bisa juga agar aku pribadi, tidak meremehkan dan harus belajar giat.
Dalam track recordku, jarang sekali aku bisa bangkit setelah kegagalan. Saat SMP aku selalu berprestasi di sekolah, tapi saat SMA aku kesusahan berprestasi hanya gara-gara malas. 3 tahun selama di SMA 3 tahun pula aku gagal bangkit dan kembali berprestasi. Saat ikut sekolah sepak bola, aku gagal seleksi Villa 2000 academy. Saat itu juga, aku berhenti ikut sekolah sepak bola. Saat SMA, aku gagak merebut posisi tim inti basket, dan akhirnya berakhir sama: aku berhenti. Satu-satunya keberhasilanku bangkit adalah saat aku kelas 2 SD. Aku selalu berturut-turut ranking 1 paralel di SD ku. Namun, saat semester 1 kelas 2, peringkat tersebut direbut dan aku hanya menduduki ranking 2. Sesudahnya, aku belajar keras hingga akhirnya aku kembali berada di peringkat pertama.
Seringkali aku gagal bangkit. I always fail to get up. But now... I will do my best to get the best IP on my campus so that I can achieve my target. Aamiin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar