22 Agustus 2017
Suasana stasiun Malang begitu ramai. Tidak biasanya aku datang telat saat naik kereta-20 menit sebelum keberangkatan-. Aku berniat membeli roti O. Setelah melakukan check boarding pass aku menelusuri jalanan stasiun, ku pandangi satu-satu wajah setiap penumpang yang masih ngemper di kursi-kursi ataupun pelataran stasiun. Sampai aku tertuju pada satu wajah, tidak asing, namun aku tidak yakin itu siapa. Ku lewati saja wajah itu dan terus berjalan menuju gerai Roti O. Sesampainya di Roti O aku memesan 2 roti yang akan aku makan nanti di kereta, itung-itung mengganjal rasa lapar. 9 hari ke depan (23 Agustus - 1 September) aku akan berpetualang di negeri orang. 4 negara Asia Tenggara! (Termasuk Indonesia hehe). Sebenarnya, destinasi utamaku adalah Thailand. Tetapi, aku juga akan mampir 1 hari di Malaysia dan 2 hari di Singapore. Semua tiket itu aku dapatkan dengan harga termurah
Jakarta - Malaysia 360.000
Malaysia - Phuket 356.000
Bangkok - Singapura 380.000
Singapura - Jakarta 382.000
Tidak lebih dari 1,5 juta. Sebenarnya, bisa saja aku langsung mengambil penerbangan ke Thailand yang akan menghabiskan biaya lebih murah. Hanya saja, aku ingin menambah cap stempel di pasporku. Identitas dan kebanggaan seorang traveller ada di banyaknya cap stempel yang ada di paspornya! Sesuai yang dituliskan di buku 30 paspor di kelas sang Profesor.
Setelah membeli Roti O, aku mengambil tempat duduk di depan orang yang wajahnya tidak asing tadi. Aku rasa orang itu adalah Tara, temanku di Pajak Universitas Brawijaya dulu. Aku menatap wajahnya terus menunggu hingga dia melihat ke sini dan aku menyapaya. Benar saja, beberapa saat kemudian dia mengarakan pandangannya ke arahku dan aku menyimpulkan sebuah senyum padanya. Namun, ternyata dia tidak bisa mengenaliku. Hingga dia mengambil kacamata di tasnya dan akhirnya menyimpulkan sebuah senyuman juga.
Selama di kereta, aku dan Tara mengobrol banyak hal di gerbong restorasi. Termasuk tentang keberangkatanku melancong ini. Sebenarnya, impian jalan-jalan ke Thailand muncul saat aku pertama kali tiba di bandara Juanda setahun yang lalu sesaat setelah pesawat landing dari Bandara Changi, Singapore. Tapi, saat itu aku rasa pergi ke Thailand hanyalah mimpi belaka. Karena, aku tidak tahu apakah aku bisa pergi ke luar negeri lagi. Di tambah Akmal mengatakan banyak hal tanda dia tidak tertarik ke luar negeri lagi.
"Mungkin pergi ke Singapore Malaysia kemarin jadi travelling terakhirku ke luar negeri selama di STAN"
"Jangan ke Thailand, banyak copet. Mending ke Hongkong aja."
"Mau kalau budgetnya di bawah 2 juta"
Tapi, tetap aku ingin pergi ke sana. Hingga akhirnya bulan Februari 2017 aku mengajak Akmal ditambah Daru dan Elda untuk pergi ke Thailand selama 4 hari 3 malam. Saat itu, tiket cenderung mahal dan kami merencanakan budget 2,5 juta selama itu. Daru dan Elda awalnya semangat, sedangkan Akmal masih pesimis dan berharap budgetnya bisa turun. Saat itu, walaupun kami sudah grup yang kami beri nama "melancong", namun pergi ke Thailand hanya sebatas mimpi. Saja.
Juni 2017. Jarkoman final call seperti biasanya kembali muncul. Dengan tiket PP sebesar 800.000 Jakarta-Thailand, aku mengajak Darwan untuk pergi ke Thailand. Darwan yang juga antusias mulai mengajak teman-teman lainnya. Jadilah, aku, Darwan, dan teman-temannya yang antusias membuat sebuah grup multichat. Sayang sekali, saat kami mencoba memesan tiket final call tersebut ternyata tiketnya sudah ludes. Aku memberikan opsi kepada mereka mau menunggu tiket final call bulan depan (yang berarti kesempatan terakhir) atau pesan mandiri saja di web-web maskapai dan berharap mendapat tiket murah, namun aku menyarankan backpacker selama 9 hari dengan budget pesawat yang aku tuliskan di atas. Mereka memilih opsi kedua 9 hari, budget tiket pesawat 1,5 juta. Aku berkata kepada mereka mungkin travelling kali ini akan memakan dana 4 juta, sehingga kami mencoba danusan dan berdagang apapun itu. Tapi, nanti akan aku ceritakan bagaimana budget 4 juta tadi bisa kami tekan dan hanya menghabiskan sebanyak 2,5 juta. Itu pun belum dikurangi dana hasil berdagang kami berempat.
Tak terasa kereta sudah sampai di Pasar Senen. Aku berpisah dengan Tara begitu aku mengantarkannya ke rumah dan aku kembali ke kos. Besok adalah hari besar, pikirku.
Rabu, 06 September 2017
Minggu, 06 Agustus 2017
Omong Kosong
Melihat video motivasi, islamic, dan editing yang keren adalah salah satu rutinitasku sejak SMA. Ditambah membaca buku yang juga menceritakan hal yang sama: motivasi, islamic, dan editing yang keren. Paling-paling ditambah dengan buku traveller yang beberapa tahun ke belakang lagi ngetren dan imbasnya aku pun jadi suka membaca. Entahlah, dengan membaca buku traveller seolah-olah aku sudah berada di tempat itu tanpa harus mengunjunginya. Ini sama dengan ketika aku membuat Itenary travel, aku melihat foto-foto tempat wisatanya, akses menuju ke sana, google maps seberapa jauhnya, hingga keadaan realnya di streetview nya! Rasanya mungkin aku tidak perlu keliling dunia dengan tas bacpack ku. Mungkin cukup dengan keliling dunia melalui streetview bisa memanjakan mataku akan suasana kota yang ingin aku kunjungi. Hanya mungkin rasanya saja yang berbeda.
Hanya saja, kalau mereka mau mendengarkan saya ingin mengatakan, "Setidaknya kalau kamu tidak suka karya orang, tidak suka dengan sikap seseorang yang tidak merugikanmu dan sekitarmu, jangan menghina karya dan sikapnya."
Salah satu hal yang aku sayangkan adalah, kedua hobiku tersebut; menonton dan membaca adalah suatu hal yang dianggap salah seorang temanku sebuah omong kosong. "ngapain sih ngelihat begituan?". Bahkan saat aku berusaha merintis usaha clothingku mereka mengatakan hal sama, saat aku berusaha membuat video dengan konten menarik mereka mengatakan hal sama, jangan-jangan saat aku bermunajat meminta dengan sepenuh hati kepada Yang Maha Kuasa mereka mengatakan hal sama.
Hanya saja, kalau mereka mau mendengarkan saya ingin mengatakan, "Setidaknya kalau kamu tidak suka karya orang, tidak suka dengan sikap seseorang yang tidak merugikanmu dan sekitarmu, jangan menghina karya dan sikapnya."
Kamis, 13 Juli 2017
Basketball Ambience
Melihat dblindonesia.com setiap hari.
Membaca peraturan DBL yang setiap tahun diupdate.
Mempelajari tiap detail peraturan sehingga sudah tidak kaget lagi saat sudah benar-benar di DBL.
Rela mengayuh sepeda sejauh 20kilometer PP rumah-smanti, smanti-rumah, agar memenuhi satu tujuan: kuat bermain 4 kuarter (tapi kenyataannya main 1 kuarter saja sudah bahagia)
Membordir jersey polos dengan tulisan "DBL All-Star Indonesia" di depan dada
Sampai kapten basket sebelumnya bertanya "wee.. gawe motivasi a iku?"
Setiap hari latihan 1 jam di lapangan smanesi
Menjadi orang yang datang pertama kali dan pulang ketika latihan
Passing 100x perhari menggunakan bola yang diisi pasir
Shooting 100x di tempat yang berbeda tiap harinya
Menantikan hari Jumat dan basket di pagas, tempat terbaik utk berkembang
Memasukkan poin pertama saat melawan tim universitas (tapi juga poin terakhir)
Begitu senang ketika namamu akhirnya dipanggil dalam sebuah turnamen
Berada di sebuah tim yang didoktrin harus selalu menumbuhkan kekeluargaan
DBL adalah tujuan akhir, turnamen lain hanyalah batu loncatan
Menonton shotscience untuk mempelajri trik-trik basket setiap hari
Begitu iri dengan Tyo yang masih kelas 10 tapi sudah mencetak puluhan poin tiap pertandingan
Menonton tiap film yang berisi tentang basket
Bermimpi bersama Danu, menjadi yang terbaik, menjadi juara DBL dan Kejurda bersama
Dan begitu bodohnya menyerah di tahun pertama basket.
Pecundang.
You really don't know how it felt! (And also how I feel right now). Basketball ambience
Membaca peraturan DBL yang setiap tahun diupdate.
Mempelajari tiap detail peraturan sehingga sudah tidak kaget lagi saat sudah benar-benar di DBL.
Rela mengayuh sepeda sejauh 20kilometer PP rumah-smanti, smanti-rumah, agar memenuhi satu tujuan: kuat bermain 4 kuarter (tapi kenyataannya main 1 kuarter saja sudah bahagia)
Membordir jersey polos dengan tulisan "DBL All-Star Indonesia" di depan dada
Sampai kapten basket sebelumnya bertanya "wee.. gawe motivasi a iku?"
Setiap hari latihan 1 jam di lapangan smanesi
Menjadi orang yang datang pertama kali dan pulang ketika latihan
Passing 100x perhari menggunakan bola yang diisi pasir
Shooting 100x di tempat yang berbeda tiap harinya
Menantikan hari Jumat dan basket di pagas, tempat terbaik utk berkembang
Memasukkan poin pertama saat melawan tim universitas (tapi juga poin terakhir)
Begitu senang ketika namamu akhirnya dipanggil dalam sebuah turnamen
Berada di sebuah tim yang didoktrin harus selalu menumbuhkan kekeluargaan
DBL adalah tujuan akhir, turnamen lain hanyalah batu loncatan
Menonton shotscience untuk mempelajri trik-trik basket setiap hari
Begitu iri dengan Tyo yang masih kelas 10 tapi sudah mencetak puluhan poin tiap pertandingan
Menonton tiap film yang berisi tentang basket
Bermimpi bersama Danu, menjadi yang terbaik, menjadi juara DBL dan Kejurda bersama
Dan begitu bodohnya menyerah di tahun pertama basket.
Pecundang.
You really don't know how it felt! (And also how I feel right now). Basketball ambience
Selasa, 20 Juni 2017
Senin, 17 April 2017
Sakit
Sakit di tempat perantauan tentunya bukan hal yang mudah. Pertama kali aku sakit saat tingkat 1, 3 minggu setelah berkuliah. Saat itu aku demam tinggi disertai flu dan batuk. Mengetahui bahwa ketatnya absen di kampusku, aku jadi tidak ingin absen sama sekali dan tetap memaksakan kuliah. Orang tua di rumah jadi sangat khawatir dan over-care terkadang. Untungnya, ada sahabat papaku saat SMA di daerah Bintaro dan aku diantarkan ke dokter setelahnya. Seteleh beberapa hari meminum obat aku sembuh dan bisa beraktivitas seperti biasa lagi.
Yang kedua, adalah saat pasca UTS semester 2. Saat itu, demamku cukup tinggi hingga membuat tubuhku nyeri sebadan. Penyebab aku sakit adalah: membeli laptop baru. Haha. Ya, saat itu hari Kamis hari terakhir UTS. Sehari sebelumnya aku sudah memesan sebuah laptop ASUS ROG yang sekarang aku gunakan untuk mengetik tulisan ini. Harganya sungguh mahal bagi kantong mahasiswa sepertiku, 14 juta! Namun, itu membuatku bangga karena membeli barang pertamaku sendiri. Untuk membeli laptop ini aku harus menghabiskan seluruh tabunganku + utang Akmal dan Bahy masing-masing 1 juta. Saat Kamis itu juga, aku sedang puasa daud. Sayangnya, karena macet perjalanan dari mangga dua menuju kosku memakan waktu 4 jam dan aku baru buka puasa sekitar pukul 8. Rasanya saat itu badanku cukup lemas, namun aku pikir karena aku belum makan. Jadilah aku membeli bakso dan nasi ayam sekaligus.
Paginya, ternyata badanku demam dan nyeri. Aku pernah sekali seperti itu dan ternyata aku terkenan demam berdarah. Jadi, saat itu aku pikir aku terkena demam berdarah. Aku memutuskan pulang kampung ke Malang dan izin selama 1 minggu (untungnya saat opname, hanya 4 mata kuliah yang aku tinggalkan). Aku jadi berani mengambil jatah kuliah karena tiap mahasiswa memang diberikan jatah 3x absen hehe. Aku pun pulang menggunakan pesawat citilink PP dengan biaya dari kantong pribadi. Setidaknya, aku menghabiskan uang 1,5 juta.
Yang ketiga, adalah saat pasca UAS semester 3. Gejalanya sama dengan yang sebelumnya, namun saat aku pulang Malang dan tes darah di rumah sakit ternyata aku baik-baik saja dan hanya demam biasa. Tapi, setidaknya aku menghabiskan 1,3 juta untuk tiket pesawat PP beserta taksi.
Sakitku yang terakhir. Baru-baru ini, adalah ada benjolan di lutut kaki ku. Khawatir ada apa-apa (yang ternyata memang tumor jinak) aku memutuskan ke Malang, kali ini naik kereta karena budgetku sangat tipis. Tapi, aku semakin sedih karena harus mengocek uang 800ribu untuk tiket PP (pulang naik pesawat).
Ternyata, sakit tidak enak. Ternyata, di perantauan tidak sesimple di rumah. Ya, ribet urusan biaya dan bpjs.
Semoga kita semua diberikan kesehatan dan ilmu yang bermanfaat. Aamiin.
Yang kedua, adalah saat pasca UTS semester 2. Saat itu, demamku cukup tinggi hingga membuat tubuhku nyeri sebadan. Penyebab aku sakit adalah: membeli laptop baru. Haha. Ya, saat itu hari Kamis hari terakhir UTS. Sehari sebelumnya aku sudah memesan sebuah laptop ASUS ROG yang sekarang aku gunakan untuk mengetik tulisan ini. Harganya sungguh mahal bagi kantong mahasiswa sepertiku, 14 juta! Namun, itu membuatku bangga karena membeli barang pertamaku sendiri. Untuk membeli laptop ini aku harus menghabiskan seluruh tabunganku + utang Akmal dan Bahy masing-masing 1 juta. Saat Kamis itu juga, aku sedang puasa daud. Sayangnya, karena macet perjalanan dari mangga dua menuju kosku memakan waktu 4 jam dan aku baru buka puasa sekitar pukul 8. Rasanya saat itu badanku cukup lemas, namun aku pikir karena aku belum makan. Jadilah aku membeli bakso dan nasi ayam sekaligus.
Paginya, ternyata badanku demam dan nyeri. Aku pernah sekali seperti itu dan ternyata aku terkenan demam berdarah. Jadi, saat itu aku pikir aku terkena demam berdarah. Aku memutuskan pulang kampung ke Malang dan izin selama 1 minggu (untungnya saat opname, hanya 4 mata kuliah yang aku tinggalkan). Aku jadi berani mengambil jatah kuliah karena tiap mahasiswa memang diberikan jatah 3x absen hehe. Aku pun pulang menggunakan pesawat citilink PP dengan biaya dari kantong pribadi. Setidaknya, aku menghabiskan uang 1,5 juta.
Yang ketiga, adalah saat pasca UAS semester 3. Gejalanya sama dengan yang sebelumnya, namun saat aku pulang Malang dan tes darah di rumah sakit ternyata aku baik-baik saja dan hanya demam biasa. Tapi, setidaknya aku menghabiskan 1,3 juta untuk tiket pesawat PP beserta taksi.
Sakitku yang terakhir. Baru-baru ini, adalah ada benjolan di lutut kaki ku. Khawatir ada apa-apa (yang ternyata memang tumor jinak) aku memutuskan ke Malang, kali ini naik kereta karena budgetku sangat tipis. Tapi, aku semakin sedih karena harus mengocek uang 800ribu untuk tiket PP (pulang naik pesawat).
Ternyata, sakit tidak enak. Ternyata, di perantauan tidak sesimple di rumah. Ya, ribet urusan biaya dan bpjs.
Semoga kita semua diberikan kesehatan dan ilmu yang bermanfaat. Aamiin.
Senin, 10 April 2017
The Best Game I've Ever Played
"And when it's all over, when we walk off that court for the last time, our hearts crumble. Those tears are real. But deep down inside. We are very proud of ourselves. We will forever be what few can call ourselves.... high school athletes."
Sejujurnya, ada banyak sekali permainan yang tidak akan pernah aku lupakan. Momen saat aku mencetak gol ke gawang atau poin ke ring basket. Momen saat aku mengambil tendangan penalty. Momen saat menit terakhir melawan matsanewa yang berakhir dengan skor 19-18. Namun, nyatanya pertandingan-pertandingan terbaik tidak selalu saat aku mencetak gol atau tidak selalu saat tim ku menjadi juara. Terkadang, pertandingan terbaik yang pernah aku lakukan justru saat aku mampu mengeluarkan 100% kemampuanku di dalam lapangan. Dan di antara banyak momen yang tidak akan pernah terlupakan itu, aku rangkum menjadi 6 pertandingan yang paling berkesan :
1. Sepak bola - Vs Deltras Junior (2010)
Saat itu aku masih mengenakan seragam SSB Lawang. Pasca Danone Nation Cup region Malang, aku dan teman-temanku menjadi unbeatable team. Berkali-kali kami mengadakan uji coba dan kami selalu berhasil menjadi pemenangnya. Namun, saat melakoni laga Pogar Cup yakni turnamen se-Jawa Bali. Aku dan teman-temanku merasakan kekalahan pertama kali melawan salah satu tim dari Blitar dengan skor telak 3-0. Di pertandingan kedua kami berhasil melibas habis lawan kami dari Madiun dengan skor 4-0. Di pertandingan terakhir grup C saat itu, kami harus melawan Deltras Junior yang notabene tim kuat. Di pertandingan sebelumnya Deltras menang 3-0 melawan Madiun dan berhasil menahan imbang Blitar. Dengan kata lain, mau tidak mau menang adalah harga mati bagi SSB Lawang jika mau lolos ke babak berikutnya. Kami terus berusaha menyerang pertahanan Deltras, namun hingga detik-detik akhir tak satupun gol mampu kami lesatkan. Tiba saat counter attack, dan aku dilanggar. Tendangan bebas yang menhasilkan sepak pojok berhasil aku manfaatkan dengan baik melalui first time placing yang membawa SSB Lawang menang 1-0 dan maju ke babak berikutnya, Sayang, saat 16 besar tim kami tidak beruntung dan kalah 2-1 melawang Jombang.
2. Basket - Classmeeting Vs 8F (2011)
Ini adalah pertandingan pertamaku setelah ikut eskul basket. Dengan semangat revenge karena pertandingan sebelumnya kami kalah saat overtime, kami habis-habisan melawan 8F. Ini salah satu pertandingan yang paling berkesan. Karena, saat itu aku berhasil mencetak 13 poin dan menjadi top score bagi timku. Walaupun, di akhir pertandingan kami kehilangan konsentrasi dan tertinggal. Ini menjadi salah satu pertandingan paling berkesan dalam cerita basketku.
3. Basket - Smarihasta Cup Vs SMPN 14 Malang (2012)
Saat SMP, ada 2 turnamen yang sangat berkesan. Yang pertama, adalah turnamen di SMK PGRI CUP. Di pertandingan pertamaku, aku berhasil mencetak 3 poin untuk membantu SMP ku memenangi pertandingan dengan skor 16-10 melawan SMP Angkasa. Saat semifinal Dicky, sang kapten, terpaksa foul-out saat melakukan pelanggaran ke-5 nya. Di quarter keempat itu kami ketinggalan 10 poin. 24-14. Aku jadi membayangkan aku adalah Akira Sendoh yang berhasil menyamakan defisit 10 poin juga, atau tracy mg grady yang berhasil mencetak 13 poin dalam waktu 33 detik saja. Namun, aku hanya berhasil menambahakn 6 poin bagi timku dan skor akhir 32-20. Baru saat perebutan juara 3 pertandingan super tegang! sejak quarter pertama hingga terakhir kami terus berkejar-kejaran hingga peluit tanda berakhirnya pertandingan skor 22-21 untuk SMP ku.
Namun, pertandingan yang paling berkesan adalah saat babak 16 besar Smarihasta Cup ketika kami melawan SMPN 14 Malang. Aku berhasil mencetak 10 poin dalam kurun waktu 1 quarter saja.
Minggu, 09 April 2017
Batas
Semua perihal diciptakan sebagai batas
Membelah sesuatu dari sesuatu yang lain
Hari ini membelah membatasi besok dan kemarin
Besok batas hari ini dan lusa
Jalan-jalan memisahkan deretan toko dan perputakaan kota, bilik penjara, kantor wali kota, juga rumahku dan seluruh tempat di mana pernah ada kita
Bandara dan udara memisahkan New York dan Jakarta
Resah di dadamu dan rahasia yang menanti di jantung puisi dipisahkan kata
Begitu pula rindu. Antara pulau dan seorang petualang yang gila
Seperti penjahat dan kebaikan dihalang ruang dan undang-undang
Seorang ayah membelah anak dari ibunya dan sebaliknya
Atau senyummu dinding di antara aku dan ketidakwarasan
Persis segelas kopi tanpa gula pejamkan mimpi dari tidur
Apa kabar hari ini?
Lihat tanda tanya itu jurang antara kebodohan dan keinginanku memilikimu sekali lagi
Sabtu, 01 April 2017
Pejuang
Sabtu, 25 Maret 2017
A Busy-Man
Terpilih menjadi ketua 2 OSIS saat SMP, adalah prestasi terbaikku dalam kehidupan berorganisasi. Meski saat SMA, seringkali aku dijadikan ketua seksi sebuah acara, kasie. publikasi, kasie. distribusi, kasie. perizinan, kasie. outbond, namun tidak sekalipun aku diberikan sebuah amanah yang lebih besar. Pernah saat itu, saat aku bisa menyatukan seluruh anggota kelasku dan kelasku menjadi kelas terkompak seangkatan, teman-temanku bercanda kepadaku agar aku maju untuk pemilihan ketua osis SMA melalui jalur independent. Tentu itu sebuah guyonan, karena calon ketua OSIS harus berada dalam kepengurusan 1 tahun terlebih dulu.
Jujur, meski sering aktif dalam organisasi dan kepanitiaan, sebenarnya aku bukan tipe orang yang suka sibuk. Aku lebih memilih menghabiskan waktu dengan teman-temanku atau kegiatan menyenangkan lain ketimbang mengurus sebuah acara. Setelah aku pikir-pikir, mungkin aku gagal menciptakan sebuah suasana kekeluargaan dalam diriku setiap mengikuti organisasi atau kepanitiaan. Berawal dari 8 tahun yang lalu, saat aku SMP. 13 dari 24 anggota kelasku aktif dalam OSIS dan MPK SMPN 1 Singosari. Mungkin, itu yang membuat saat itu aku bersemangat sekali untuk aktif di sekolah. Berbeda ketika SMA di mana tak seorangpun anggota kelasku atau orang-orang terdekatku yang aktif dalam organisasi sekolah. Akhirnya, aku lebih memilih menghabiskan sabtu-minggu ku untuk refreshing.
Saat awal masuk SMA, awalnya aku sudah bertekad bulat tidak akan aktif dalam kepanitiaan sebab aku ingin mewujudkan impian terbesar masa SMA ku: menjadi skuad DBL. Sayangnya, impian itu gagal dan aku sedikit demi sedikit mulai mencoba kepanitiaan dan akhirnya ketagihan (meski seringkali aku tidak setotal teman-temanku di kepanitiaan dalam hal kinerja). Saat masuk kuliah, aku juga sudah bertekad untuk hanya aktif dalam Maharema saja (organisasi kedaerahan asal Malang). Namun, ancaman SKPI dan ingin mencari pengalaman membuatku sedikit demi sedikit kembali aktif di kampus.
Hingga saat ini, beberapa kepanitiaan sudah aku ikuti dan alhamdulillah berjalan dengan lancar. Puncaknya, beberapa waktu yang lalu temanku, Unggul, menawariku untuk menjadi wakil koordinator pelaksana Taxer Games 2017. Sebuah acara jurusan pajak di mana dalam acara tersebut mirip seperti classmeeting antar kelas. Aku cukup bimbang saat itu. Namun, dengan berbagai pertimbangan aku menerima tawaran tersebut.
Rapat setiap hari dan pulang malam menjadi makanan sehari-hariku saat ini. Menjadi wakil koordintor pelaksana ternyata tidak semudah yang aku bayangkan. Aku sempat jatuh sakit dan harus bed rest di Malang selama 5 hari gara-gara pulang jam 12 selama 4 hari berturut-turut di saat yang bersamaan juga aku tidak sahur untuk puasa. Aku rasa aku tidak cocok untuk jabatan ini. Tidak cocok untuk memegang amanah ini. Aku lebih senang jika aku mengurus sesuatu yang berhubungan dengan bisnis dan aku otak dari acara/bisnisnya. Tetapi, semakin ke sini semakin aku menyadari bahwa ini adalah pilihan yang telah aku ambil. Aku tidak akan bisa mengubahnya, sedikit demi sedikit aku mulai beradaptasi (baik waktu maupun tubuhku), aku tidak lagi sakit. Tiap merasa kecapekan aku meminum vitamin dan obat. Aku juga sudah mulai membangun komunikasi yang baik antar bidang maupun badan pengurus harian. Aku ingin total untuk Taxer Games ini. Aku ingin total untuk kepanitiaan terakhir ku kali ini. Bismillah.
Jujur, meski sering aktif dalam organisasi dan kepanitiaan, sebenarnya aku bukan tipe orang yang suka sibuk. Aku lebih memilih menghabiskan waktu dengan teman-temanku atau kegiatan menyenangkan lain ketimbang mengurus sebuah acara. Setelah aku pikir-pikir, mungkin aku gagal menciptakan sebuah suasana kekeluargaan dalam diriku setiap mengikuti organisasi atau kepanitiaan. Berawal dari 8 tahun yang lalu, saat aku SMP. 13 dari 24 anggota kelasku aktif dalam OSIS dan MPK SMPN 1 Singosari. Mungkin, itu yang membuat saat itu aku bersemangat sekali untuk aktif di sekolah. Berbeda ketika SMA di mana tak seorangpun anggota kelasku atau orang-orang terdekatku yang aktif dalam organisasi sekolah. Akhirnya, aku lebih memilih menghabiskan sabtu-minggu ku untuk refreshing.
Saat awal masuk SMA, awalnya aku sudah bertekad bulat tidak akan aktif dalam kepanitiaan sebab aku ingin mewujudkan impian terbesar masa SMA ku: menjadi skuad DBL. Sayangnya, impian itu gagal dan aku sedikit demi sedikit mulai mencoba kepanitiaan dan akhirnya ketagihan (meski seringkali aku tidak setotal teman-temanku di kepanitiaan dalam hal kinerja). Saat masuk kuliah, aku juga sudah bertekad untuk hanya aktif dalam Maharema saja (organisasi kedaerahan asal Malang). Namun, ancaman SKPI dan ingin mencari pengalaman membuatku sedikit demi sedikit kembali aktif di kampus.
Hingga saat ini, beberapa kepanitiaan sudah aku ikuti dan alhamdulillah berjalan dengan lancar. Puncaknya, beberapa waktu yang lalu temanku, Unggul, menawariku untuk menjadi wakil koordinator pelaksana Taxer Games 2017. Sebuah acara jurusan pajak di mana dalam acara tersebut mirip seperti classmeeting antar kelas. Aku cukup bimbang saat itu. Namun, dengan berbagai pertimbangan aku menerima tawaran tersebut.
Rapat setiap hari dan pulang malam menjadi makanan sehari-hariku saat ini. Menjadi wakil koordintor pelaksana ternyata tidak semudah yang aku bayangkan. Aku sempat jatuh sakit dan harus bed rest di Malang selama 5 hari gara-gara pulang jam 12 selama 4 hari berturut-turut di saat yang bersamaan juga aku tidak sahur untuk puasa. Aku rasa aku tidak cocok untuk jabatan ini. Tidak cocok untuk memegang amanah ini. Aku lebih senang jika aku mengurus sesuatu yang berhubungan dengan bisnis dan aku otak dari acara/bisnisnya. Tetapi, semakin ke sini semakin aku menyadari bahwa ini adalah pilihan yang telah aku ambil. Aku tidak akan bisa mengubahnya, sedikit demi sedikit aku mulai beradaptasi (baik waktu maupun tubuhku), aku tidak lagi sakit. Tiap merasa kecapekan aku meminum vitamin dan obat. Aku juga sudah mulai membangun komunikasi yang baik antar bidang maupun badan pengurus harian. Aku ingin total untuk Taxer Games ini. Aku ingin total untuk kepanitiaan terakhir ku kali ini. Bismillah.
Minggu, 26 Februari 2017
I always fail to get up. But now...
Sisa-sisa euforia ketenangan, kebahagiaan, kebersamaan saat jeda liburan kuliah 4 minggu masih terasa. Aku memilih kembali ke Bintaro menggunakan pesawat. Menurutku, pulang kampung ke Malang dengan kendaraan apapun tidak masalah. Bahkan kereta berkursi 90 derajat seharga 100ribu saja tidak masalah. Tetapi, berbeda ceritanya apabila kembali ke Bintaro. Perasaan sedih dan homesick selalu menyelimuti sepanjang perjalanan, apalagi kalau di kereta yang jarak tempuh Malang-Jakarta 14 jam. Rasanya tidak enak. Sejak liburan ini aku bertekad untuk kembali ke Bintaro menggunakan pesawat saja. Tidak terlalu mahal kok, karena aku selalu memburu tiket murah atau tiket final call.
Kembali ke Bintaro kali ini terasa berbeda. Perasaan sedih bercampur juga dengan pengumuman IP yang ternyata cukup mengecawakan. Ketika IP keluar, aku lihat namaku dengan IP 3,27 di sebelahnya. Bukan tidak bersyukur, tapi itu merupakan penurunan prestasi dari semester 1 3,67 dan semester 3,61. Aku akui semangat belajarku berkurang di semester 3 ini. Dari yang dulu tiap hari belajar, sekarang sudah menjadi SKS. Tapi, bukan hanya itu saja masalahnya. Masalah lainnya muncul di satu kata berikut: dosen. Sebagian temanku di grup chat LINE kelas memang menyalahkan dosen. Di mana kelas kami diampu oleh 6 dari 9 dosen koordinator. Tentunya itu bukan suatu rezeki. Malah bisa jadi dikatakan musibah. Mengapa? Karena tanggung jawab dosen koordinator cukup besar. Kalau kelas yang diampunya mendapat nilai baik semua, elektabilitas dosen tersebut bisa menurun karena dianggap membocorkan soal ujian. Itu hanya asumsiku saja. Tapi, mungkin itu benar terjadi. Bagaimana tidak, kelasku adalah peraih rata-rata IP terendah seangkatan. Hanya 5-6 orang saja yang mendapat IP cum laude. Bandingkan dengan kelas sebelah (hampir semua kelas sebenarnya) yang seluruh mahasiswanya cum laude, hanya 2-4 orang saja yang tidak cum laude. Tidak adil, menurutku. Bagaimanapun juga ini sudah takdir Allah. Kita pasrahkan saja semua kepada-Nya dan berbaik sangka bahwa ini adalah jalan terbaik yang Allah berikan. Mungkin untuk memotivasi kami belajar lebih. Atau bisa juga agar aku pribadi, tidak meremehkan dan harus belajar giat.
Dalam track recordku, jarang sekali aku bisa bangkit setelah kegagalan. Saat SMP aku selalu berprestasi di sekolah, tapi saat SMA aku kesusahan berprestasi hanya gara-gara malas. 3 tahun selama di SMA 3 tahun pula aku gagal bangkit dan kembali berprestasi. Saat ikut sekolah sepak bola, aku gagal seleksi Villa 2000 academy. Saat itu juga, aku berhenti ikut sekolah sepak bola. Saat SMA, aku gagak merebut posisi tim inti basket, dan akhirnya berakhir sama: aku berhenti. Satu-satunya keberhasilanku bangkit adalah saat aku kelas 2 SD. Aku selalu berturut-turut ranking 1 paralel di SD ku. Namun, saat semester 1 kelas 2, peringkat tersebut direbut dan aku hanya menduduki ranking 2. Sesudahnya, aku belajar keras hingga akhirnya aku kembali berada di peringkat pertama.
Seringkali aku gagal bangkit. I always fail to get up. But now... I will do my best to get the best IP on my campus so that I can achieve my target. Aamiin.
Kembali ke Bintaro kali ini terasa berbeda. Perasaan sedih bercampur juga dengan pengumuman IP yang ternyata cukup mengecawakan. Ketika IP keluar, aku lihat namaku dengan IP 3,27 di sebelahnya. Bukan tidak bersyukur, tapi itu merupakan penurunan prestasi dari semester 1 3,67 dan semester 3,61. Aku akui semangat belajarku berkurang di semester 3 ini. Dari yang dulu tiap hari belajar, sekarang sudah menjadi SKS. Tapi, bukan hanya itu saja masalahnya. Masalah lainnya muncul di satu kata berikut: dosen. Sebagian temanku di grup chat LINE kelas memang menyalahkan dosen. Di mana kelas kami diampu oleh 6 dari 9 dosen koordinator. Tentunya itu bukan suatu rezeki. Malah bisa jadi dikatakan musibah. Mengapa? Karena tanggung jawab dosen koordinator cukup besar. Kalau kelas yang diampunya mendapat nilai baik semua, elektabilitas dosen tersebut bisa menurun karena dianggap membocorkan soal ujian. Itu hanya asumsiku saja. Tapi, mungkin itu benar terjadi. Bagaimana tidak, kelasku adalah peraih rata-rata IP terendah seangkatan. Hanya 5-6 orang saja yang mendapat IP cum laude. Bandingkan dengan kelas sebelah (hampir semua kelas sebenarnya) yang seluruh mahasiswanya cum laude, hanya 2-4 orang saja yang tidak cum laude. Tidak adil, menurutku. Bagaimanapun juga ini sudah takdir Allah. Kita pasrahkan saja semua kepada-Nya dan berbaik sangka bahwa ini adalah jalan terbaik yang Allah berikan. Mungkin untuk memotivasi kami belajar lebih. Atau bisa juga agar aku pribadi, tidak meremehkan dan harus belajar giat.
Dalam track recordku, jarang sekali aku bisa bangkit setelah kegagalan. Saat SMP aku selalu berprestasi di sekolah, tapi saat SMA aku kesusahan berprestasi hanya gara-gara malas. 3 tahun selama di SMA 3 tahun pula aku gagal bangkit dan kembali berprestasi. Saat ikut sekolah sepak bola, aku gagal seleksi Villa 2000 academy. Saat itu juga, aku berhenti ikut sekolah sepak bola. Saat SMA, aku gagak merebut posisi tim inti basket, dan akhirnya berakhir sama: aku berhenti. Satu-satunya keberhasilanku bangkit adalah saat aku kelas 2 SD. Aku selalu berturut-turut ranking 1 paralel di SD ku. Namun, saat semester 1 kelas 2, peringkat tersebut direbut dan aku hanya menduduki ranking 2. Sesudahnya, aku belajar keras hingga akhirnya aku kembali berada di peringkat pertama.
Seringkali aku gagal bangkit. I always fail to get up. But now... I will do my best to get the best IP on my campus so that I can achieve my target. Aamiin.
Senin, 20 Februari 2017
Backpacker to Singapore Malaysia - Day 1
Pagi sekali aku terbangun. Aku melihat sekeliling kamarku di kos baranade. Gelap. Ku raih ponsel di sampingku dan melihat jam yang ternyata masih menunjukkan pukul 2 pagi. Aku terbangun sepagi ini, bukan. Bukan karena persiapan pergi ke Singapore. Tapi, karena ada adek tingkat di kosku yang kesurupan
Kami menuju bandara Soekarno-Hatta dengan menggunakan grab car. 92.000. Cukup murah mengingat biasanya sampai harga 125.000. Selama perjalanan aku sudah sibuk merekam segalanya dan nge-vlog. Berharap petualangan di luar negeri pertamaku dapat menjadi pengalaman paling berkesan.
Aku dan Akmal langsung menuju imigrasi dan mengisi form. Antrian tidak begitu panjang dan tiba saat giliran kami. Begitu diperiksa tugas, ternyata kami harus mengisi alamat selama kami di Singapore. Sialnya, kami harus keluar dari antrian, tidak boleh tulis di tempat. Dan begitu melihat antrian belakang, panjang sekaleee!! Setelah selesai semuanya. Kami langsung bertanya ke petugas imigrasi di mana tempat MRT berada. Yang keren dari Singapore adalah stasiun kereta listriknya, bisa 1 gedung dengan mall, bandara, dan tempat-tempat umum lainnya.
***
Setelah lelah karena begadang semalaman berusaha mencari ustadz yang mampu menyadarkan adek tingkatku, aku terbangun oleh ketukan pintu dari Akmal. Aku yang sebelumnya mewanti-wanti Akmal untuk bangun pagi, ternyata ketiduran. Akmal mengenalku sebagai orang yang tepat waktu. Tapi, kali ini dia tampaknya sedikit kecewa karena aku baru bangun. Aku jelaskan secara singkat kepadanya mengenai kejadian dini hari tadi. Akhirnya, aku mengambil air wudlu lalu sholat. Sesudah itu aku mandi dan bersiap. Untung saja kemarin aku sudah packing dan menyiapkan baju apa yang akan aku gunakan pagi ini. Jadi, tidak masalah hanya butuh waktu persiapan sekitar 30 menit menuju keberangkatan kami.
"Yopo Mal? Tuku mangan sek a?", tanyaku pada Akmal. Aku terbiasa memulai hari dengan sarapan pagi. Jadi, aku berharap Akmal menjawab iya.
"Gak wes. Engkok wedi telat, mending mangan ndek kono ae", Akmal menjawab sembari meraih tasnya dan kami pun berangkat.
Kami menuju bandara Soekarno-Hatta dengan menggunakan grab car. 92.000. Cukup murah mengingat biasanya sampai harga 125.000. Selama perjalanan aku sudah sibuk merekam segalanya dan nge-vlog. Berharap petualangan di luar negeri pertamaku dapat menjadi pengalaman paling berkesan.
Kami tiba di bandara Soekarno-Hatta sekitar pukul 7.00 pagi. Sebenarnya jam terbang pesawat kita (tiger air) adalah pukul 11.35 tapi karena saking takutnya telat kami sudah tiba sepagi ini. Tentunya dengan perut yang keroncongan karena belum sarapan. Aku mencoba memakan roti yang telah aku siapkan.
Pukul 10.30 aku dan Akmal check in menuju waiting room. Ada kesialan kecil ketika 2 parfumku (aku membawa 3 parfum), diambil oleh petugas karena melebihi batas minimal air yaitu 100ml. Aku berdalih kalau parfum itu suah mau habis, dan memang betul sudah mau habis. Tapi, ternyata alasanku tersebut tidak membuat parfumku dikembalikan.
"Yopo seh ko, kan wes tak omongi gaoleh nggowo benda cair.", kata Akmal kembali mengingatkan
"Lali Mal. Tak kiro mek sabun cair tok seng gaoleh.", jawabku.
Oh iya, selain parfum itu sebenarnya ada 1 lagi percobaan yang aku lakukan. Aku membawa tongsis yang banyak disebut tidak boleh dibawa dalam tas kabin. Dan ternyata tongsisnya lolos sodara-sodara! Alhamdulillah.
***
Setelah terbang selama sekitar 1 jam 45 menit, akhirnya kami sampai di bandara Changi Singapore. Tentu saja ini menjadi pengalaman pertamaku menginjakkan kaki di luar negeri. Awalnya, aku dan Akmal bingung setelah ini harus ke mana. Aku mengambil inisiatif untuk bertanya pada bagian informasi.
"Excuse me mom. I just arrived from Jakarta, where should I go?", tanyaku pada petugas di sana.
"I'm sorry what do you mean?", jawabnya yang ternyata tidak paham maksudku.
Aku langsung saja to the point, "Where is the immigration?"
"Ah down there."
Aku dan Akmal langsung menuju imigrasi dan mengisi form. Antrian tidak begitu panjang dan tiba saat giliran kami. Begitu diperiksa tugas, ternyata kami harus mengisi alamat selama kami di Singapore. Sialnya, kami harus keluar dari antrian, tidak boleh tulis di tempat. Dan begitu melihat antrian belakang, panjang sekaleee!! Setelah selesai semuanya. Kami langsung bertanya ke petugas imigrasi di mana tempat MRT berada. Yang keren dari Singapore adalah stasiun kereta listriknya, bisa 1 gedung dengan mall, bandara, dan tempat-tempat umum lainnya.
Akhirnya, setelah turun 3 lantai ke bawah kami tiba di loket pembelian tiket MRT. Sebelum berangkat aku mendapat info untuk backpacker sebaiknya membeli singapore tourist pass (STP) yang seharga 20$ utk 3 hari dan bisa digunakan untuk fasilitas transportasi apapun tanpa terbatas.
Aku katakan kepada petugas loketnya, "I want one for three days." Di tanganku membawa 1 lembar uang 50$. Lalu, si petugas tiket bertanya apa aku juga ke universal studio? Aku jawab iya. Kemudian dia menjelaskan dengan bahasa Inggris sangat cepat yang aku benar-benar tidak paham 😂 sebenarnya aku menangkap sedikit dari apa yang dibicarakan petugas loket. Tapi, aku tidak yakin.
Belum ku jawab karena tidak begitu paham dengan apa yang dikatakan dengan bahasa Inggris yang sangat cepat 😂 tiba-tiba Akmal di belakang mengatakan "YES" pada petugas loket. Akmal bilang sempat mengira petugas loket menawarkan promo universal studio. Aku percaya karena seringkali dia lebih paham apa yang dikatakan singaporean dengan bahasa Inggris sangat cepat.
Setelah menggunakan tiket tersebut seharian, baru kami sadari kalau yang kita beli ez-link, bukan STP. Karena ada saldo di kartunya yang berarti kami harus memperkirakan perjalanan kami karena kini perjalanan kami terbatas. Waduh, sial.
Mungkin, benar apa yang aku tangkap dari pembicaraan dengan petugas loket tadi. Yang aku tangkap adalah ada 2 kartu ez-link dan singapore tourist pass. Kalau aku mau ke Universal studio dari vivo city menggunakan kereta, aku tidak bisa menggunakan STP, tetapi harus menggunakan ez-link. Jadi, apa aku mau beli ez-link?
Thanks Akmar for saying YES!
Setelah mendapat kartu ez-link tadi, aku dan Akmal langsung menuju MRT dan turun di stasiun Lavender. Awalnya, kami sempat tersasar karena kesotoyanku. Tapi, karena kecurigaan Akmal yang dari awal mengira kami kesasar. Akhirnya, kami menemukan jalan kebenaran. Padahal, aku sudah mempersiapkan semuanya. Masih aja kesasar hehehe. Yang tidak kami sadari adalah bahwa google maps bisa saja berbeda dari tempat aslinya. Dan itu yang terjadi pada kami. Kami bertanya sana sini di mana kah tempat Moni Gallery Hostel berada. Sampai akhirnya ada seorang bapak-bapak dan 2 anaknya yang memberitahu kami melalui mapsnya. Tampaknya, google maps orang Indonesia dan Singapore berbeda hahahaha I don't know.
Istirahat di hostel sebentar, kami langsung melanjutkan perjalanan kami ke Merlion dan Esplanade. Sebelum itu, kami berkenalan dengan roommate kami yang berasal dari Indonesia juga. Namun, dia bilang dia besar dan tumbuh di Hongkong. Baru waktu dewasa pindah ke Indonesia. Bapak ini juga yang menyuruh kami ke tempat prostitusi Geylang. Akmal semangat sekali menuju tempat ini hahaha. Tapi, tentunya kami tidak ke sana.
Sampai di Merlion hari sudah cukup gelap. Sunset dari sungai yang aku tidak tahu namanya sungguh luar biasa! Kami mengambil beberapa foto dan video di merlion dan esplanade. Tapi, hal yang lucu adalah kami sedih. Kami sedih karena kami menikmati pemandangan lampu perkotaan yang sangat indah, tapi kami menikmatinya dengan laki-laki layaknya homo. Seharusnya kami pergi berbanyak orang atau setidaknya harusnya sama Istri kita hahahaha.
Hingga pukul 10 malam kami kembali ke hostel dan kami sempatkan beli makanan nasi lemak seharga 2,2$. Akhirnya! Kami menemukan makanan ini yang seringkali kami lihat di cerita traveller lain. Makanan Singapore paling murah!
Aku sholat di ruang studio hostel yang sebenarnya diisi oleh 12 orang vietnam. WOW. Tapi, mereka masih belum kembali jadi kami bisa menggunakan ruangan itu. Di sana, aku berkenalan dengan Farhan. Moslem asal Singapore yang mungkin salah satu pengurus hostel ini. Entahlah, aku tidak sempat menanyakan sedang apa dia di sini, Tapi, yang pasti beberapa hari berikutnya kami sempat bertemu beberapa kali ketika melaksanakan sholat, Tapi, tahu tidak? Senang rasanya mendapat teman baru dan beragama sama di negeri orang ini.
Lalu, kami tidur dengan nyenyak.
Langganan:
Postingan (Atom)